Skip to main content

Posts

Showing posts from September 1, 2008

PT LAPINDO BRANTAS MAKES THINGS CLEAR AS MUD IN INDONESIA

By Bret Mattes On May 29, 2006, PT Lapindo Brantas, an Indonesian energy company, was drilling a wildcat well, the Banjar-Panji-1. The driller had struggled through 2,500 feet of clays, underlain by gritty sands and volcaniclastics, and decided to drill ahead into porous limestone below 9,000 feet without stopping to set casing. That was a mistake. At about 5 a.m., a fissure opened about 600 feet from the wellhead, and steam, water, hydrogen sulphide, and methane began to escape. Shortly afterwards, hot viscous mud began to flow rapidly from the fissure. It has been flowing ever since, taking with it homes, factories, livelihoods, crops, roads, railways, and reputations, and creating a huge industrial scandal that will have serious repercussions. The Banjar well is one of the most environmentally destructive oil and gas wells ever drilled. The toxic mud has been flowing for 18 months now ? and could flow for decades to come ? at rates of up to 150,000 cubic meters per day. To

Ketidakjelasan Nasib Korban di Luar Peta

Salah satu keunikan bencana semburan Lumpur Lapindo adalah, terus berlangsungnya semburan setelah lebih dari dua tahun. Volume semburan juga tetap stabil dengan perkiraan antara 100 – 150 ribu m3 perhari. Sementara, tidak ada satupun ahli yang bisa memprediksikan berapa lama semburan itu akan berlangsung. Pada pertengahan 2007, BPLS dan Lapindo mengeluarkan data tabel perkiraan volume semburan dan luas area terdampak setelah 2 dan 3 tahun. Data tersebut memperkirakan bahwa luas area terdampak akan semakin meningkat seiring dengan terus keluarnya semburan (lihat tabel). Tabel 1 Perkiraan volume dan luas area terdampak *) Lama Waktu Area (ha) Volume (m3) Rate (m3/hari) 1 bulan Juni 2006 111 1,117,282 50,785 2 bulan Juli 2006 179 2,457,422 44,671 1 tahun Mei 2007 628 37,324,748 111,042 1,5 tahun Desember 2007 832 57,756,556 2 tahun Juni 2008 960 78,077,323 2,5 tah

Hidup Sengsara di Tengah Ladang Gas

Siang itu, cuaca sangat terik. Mobil yang kami tumpangi melaju pelan membelah Desa Siring, Kecamatan Porong, yang cukup asri itu. Sekilas, tidak ada yang aneh dengan desa di tepi jalan raya Porong itu. Beberapa ibu berkumpul di beranda salah seorang warga. Tampak pula sejumlah anak-anak yang bersepeda beriringan sambil bercengkerama. Keanehan baru terasa ketika rombongan kami membuka pintu mobil. Bau menyengat seperti bau belerang dan (ma’af), bau kentut langsung menyergap penciuman kami. Setelah beberapa kali keliling ke desa-desa sekeliling tanggul, rasanya saya sudah mulai terbiasa dengan bau sangat tidak sedap itu. Tapi dua orang anggota rombongan kami siang itu, para peneliti dari Centre on Housing Rights and Evictions (COHRE) jelas jauh dari terbiasa. Seperti halnya banyak orang yang baru pertama masuk ke desa ini, mereka kontan menutup hidung dengan sapu tangan. Dan setelah beberapa menit, mereka mengaku merasa pusing dan mual-mual. Entah kenapa, kondisi ini tampaknya tidak terl