Skip to main content

Posts

Showing posts from August 20, 2008

Menuntut Tanggung Jawab Lapindo

Warga berhak menuntut agar PT MLJ segera mematuhi perjanjian, sekaligus menuntut ganti rugi atas keterlambatan yang terjadi. Agustus ini, masa kontrak rumah Multajam, 43 tahun, habis. “Sudah dua tahun,” ujar Multajam, korban lumpur Lapindo yang mengontrak di Perumahan Tanggulangin Anggun Sejahtera II (Perumtas II) sejak Agustus 2006 ini. Multajam berharap, ia bisa menyewa tempat tinggal lagi dengan uang 80 persen sisa pembayaran dari PT Minarak Lapindo (MLJ). Tapi Multajam kecewa, PT MLJ mangkir, tidak mau menyelesaian transaksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden No 14 Tahun 2007 yang menyatakan 80 persen akan dilunasi paling lambat satu bulan sebelum masa kontrak rumah habis. Pasal 15 Perpres itu, ayat 1, secara gamblang telah menetapkan, “ Dalam rangka penanganan masalah sosial kemasyarakatan, PT Lapindo Brantas membeli tanah dan bangunan masyarakat yang terkena luapan lumpur Sidoarjo dengan pembayaran secara bertahap, sesuai dengan peta area terdampak tanggal 22 Mar
7 Warga Mindi Diamankan Polsek Porong Catatan Imam Shofwan 25 Agustus 2008 Magrib tadi tujuh warga Mindi yang ikut dalam aksi menutup tanggul lumpur Lapindo diamankan aparat. Mereka adalah Shohibul Izar warga RT 02 RW 01, Abdul Mukti warga RT 20 RW III, Muhammad Fatoni warga RT 07 RW III, Tri Joko Nugroho warga RT 21 RW III, Abdul Haris warga RT 14 RW II, Syamsul Ali warga RT 15 RW II, Boneran warga RT 14 RW II. Sebelumnya, kesitar jam 4 sore, sekitar 10 orang warga Jatirejo memecahkan kaca bego , eskavator, yang diparkir di titik 25. Setelah aksi ini tiga orang warga Jatirejo yang diduga melakukan perusakan ditangkap aparat kepolisian dari polsek Porong dan Satuan Samapta Kepolisian Resort Sidoarjo. Tak hanya melakukan penangkapan polisi juga membubarkan warga Siring yang melakukan aksi penutupan di pintu masuk ke pusat semburan. Aksi ini dilakukan karena Lapindo ingkar janji dalam pembayaran tanah, rumah dan sawah warga yang seharusnya dibayar bulan Juli lalu. Kebanyakan w

Tanggul Cincin Lapindo Jebol

Catatan Imam Shofwan 26 Agustus 2008 Tiga bego, eskavator, berlomba menjulurkan lengan pengeruknya di sekitar pusat semburan lumpur Lapindo. Satu bego mengeruk lumpur dari pusat semburan dan membuangnya di sisi timur tanggul sementara dua bego lainnya mengeruk tanah dan meninggikan tanggul. Pusat semburan ini biasa disebut lokasi tanggul cincin karena bentuk tanggulnya yang melingkar. Sisi timur tanggul ini jebol pada malam tadi. Awalnya cuman air di permukaan lumpur yang meluber di sisi timur tanggul lalu disusul dengan lumpur yang volumenya semakin meningkat karena operasi penanggulan sehari kemarin dihentikan oleh para korban Lapindo dari berbagai desa. "Lumpur mulai meluber jam 8 malam kemarin dan ini yang merusak tanggul," tutur Ahmad Zulkarnain, corong Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo atau BPLS. Warga menuntut supaya Lapindo segera melunasi hutang 80% dari harga pekarangan, rumah, dan sawah mereka yang tenggelam dalam lumpur. Harusnya Lapindo membayar bulan lalu na

TK Di Tengah Pasar

Oleh: Imam Shofwan Mulanya anak-anak sering merengek dan minta kembali ke rumah setiap saat, lebih-lebih kalau malam. Ini bikin Lilik Kaminah, korban Lapindo asal desa Reno Kenongo di pengungsian pasar baru Porong, tambah senewen. Mereka sudah pusing memikirkan rumah dan tempat kerja mereka yang musnah diterjang lumpur. Akibatnya, anak-anak jadi dibiarkan main apa saja tanpa pengawasan. Mereka cari jalan mudah. " Hidupe nggak normal, terlalu bebas, sing penting mburu menenge , lek nggak sumpek -hidupnya tidak normal, terlalu bebas, yang penting tidak menangis, biar tidak (makin) sumpek," tutur ibu 30 tahun yang biasa dipanggil Mbak Kami. Desa Reno Kenongo punya lima dukuh, sejak meluapnya lumpur Lapindo Mei 2006, secara bertahap desa-desa ini terendam lumpur; pertama tiga dukuh; Balung Nongo, Wangkal dan Reno Mencil. Penduduknya lalu mengungsi di balai desa Reno Kenongo. Sementara dua dukuh lainnya; Sengon dan Reno masih bisa ditempati. Namun setelah meledaknya pipa gas pe

Gas Liar di Siring Barat

Foto dan teks: Imam Shofwan Seumur hidup Sumargo (38 tahun) tak pernah membayangkan ada gas bisa keluar dari dalam rumahnya. Selama ini dia hidup tenang bersama istri tercintanya Muslimah (29 tahun) dan anaknya yang tampan Nur Mudian (11 tahun). Mereka menempati rumah kecil sederhana di RT 01/01 kelurahan Siring Barat, Porong, Sidoarjo. Di Siring Barat ada empat RT 1, 2, 3 dan 12. Sementara delapan RT lainnya berada di Siring Timur. Antara Siring Timur dan Siring Barat dipisahkan oleh rel kereta api dan jalan tol yang menghubungkan kota Surabaya dan dengan kota Malang . Kini, pemisah mereka ditambah lagi satu yakni tanggul lumpur Lapindo tepat di sebelah rel. Delapan RT di Siring Timur telah menjadi kampung mati karena terendam lumpur Lapindo. Para penduduknya telah tercecer ke mana-mana. Sedangkan empat RT ini masih bertahan hidup dengan lingkungan yang buruk. Air bersih tercemar dan bau lumpur menyengat dihirup warga empat RT ini. 8 RT ini masuk dalam peta yang tanahnya

Ribuan Korban Lapindo Menutup Tanggul

Ribuan korban Lapindo menyetop penanggulan luapan lumpur dan menuntut supaya fihak Lapindo melunasi tanah warga yang terusir Catatan Imam Shofwan, 24 Agustus 2008 Sejak subuh tadi Dumadi bersama dengan sekitar 470 warga Reno Kenongo yang tanahnya tergenang lumpur Lapindo menutup operasi penanggulan PT Minarak Lapindo Jaya. Mereka merasa masih memiliki tanah yang kini ditanggul. Mereka menutup pintu titik 43 yang letaknya tepat di bekas desa mereka alias Reno Kenongo. "Lapindo baru membayar dua puluh persen tanah kami, delapan puluh persennya tidak jelas," jelas Dumadi di pinggir luapan lumpur. Selain Dumadi dan tetangganya, ribuan warga dari beberapa desa lainnya yang menjadi korban Lapindo juga melakukan aksi serupa yakni menduduki tanah mereka dan menyetop penanggulan. Aksi ini dilakukan setelah Lapindo mengingkari janjinya untuk melunasi sisa pembayaran yang mustinya di bayar bulan lalu. Aksi penutupan penanggulan ini dilakukan warga supaya mereka tidak merugikan orang la

Entah Sampai Kapan?

Zoe Gray, Winarko dan Malavika Vartak (foto: Mujtaba Hamdi) Oleh: Imam shofwan Pagi tadi dua orang dari Cohre datang ke Posko; Malavika Vartak dan Zoe Gray. Cohre atau Centre on Housing Right and Evictions adalah organisasi nirlaba didirikan di Belanda namun dikendalikan dari kantor pusatnya di Genewa , Switzerland . Sesuai namanya mereka mengkampanyekan kepemilikan rumah dan pencegahan pengusiran orang dari tempat tinggal mereka. Salah satu kegiatan berskala internasional mereka adalah Housing Right Award, meliputi 3 kategori: violator Award, protector Award , dan defender award . Mereka berkunjung ke Posko kami karena mendapatkan rekomendasi dari beberapa organisasi non pemerintah, sejak Juni lalu, untuk menominasikan Lapindo sebagai penerima salah satu kategori award tersebut, yakni: Violator alias penjahat. "Pengumumannya akan dirilis akhir tahun ini," jelas Zoe pada saya. Mereka mengunjungi korban Lapindo untuk menindaklanjuti rekomendasi tersebut. Bebera

Setelah Dua Tahun Ngontrak, Tinggal Di Mana?

K ontrak itu hampir habis kini, setelah dua tahun, dan pencairan kekurangan 80 persen juga tak kunjung dilunasi Lapindo. Warga bingung mau tinggal di mana selanjutnya Selasa awal Agustus lalu Hari Suwandi didatangi oleh Aat, orang suruhan Ahmad Zahron, pemilik rumah yang kini dikontraknya. Bulan ini, kontrakan Hari habis dan pesuruh ini menanyakaan apakah Hari mau melanjutkan lagi. Hari mengontrak dua tahun rumah dua kamar di Perumahan Tanggulangin Anggun Sejahtera II setelah rumahnya di Kedung Bendo, ditenggelamkan lumpur Lapindo. Cak Hari, sapaan akrab Hari Suwandi, tak ada duit untuk memperpanjang kontrakan. Duit 20 persen dari rumahnya yang terpaksa dijual pada Lapindo sudah habis dan 80 persennya nunggak . Lapindo milik keluarga Bakrie itu enggan mengeluarkan duit untuk melunasinya. Harusnya, seturut pasal 15 Perpres No. 14/2007, sisa 80 persen uang Hari dibayar sebulan sebelum masa kontrakanya habis. Tepatnya pada bulan Juli tahun ini. Cak Hari, yang gara-gara lumpur