Skip to main content

Posts

Showing posts from May 15, 2008

Mitos Kodok Ijo

Bagi tiap pendaki gunung ada pantangan yang musti di jauhi, yakni tak boleh menginjak kodok Ijo. Konon, kalau menginjak kodok ijo kelak akan mendapatkan pasangan yang buruk rupa. Jumari pernah membuktikan hal ini. Ketika muda dia pernah naik gunung Merbabu bersama Mail dan Sholeh. Mereka mengambil rute utara dengan start dari wanawisata Kopeng, Salatiga. Semua persiapan sudah lengkap dan masing-masing memanggul satu tas carrier yang besar melampaui kepala mereka dengan senter di tangan kiri dan golok tebas di tangan kanan. Agar jalan sepi, mereka berangkat tepat jam 12 malam. Sial bagi Jumari, baru keluar dari hutan kopeng dia menginjak sesuatu yang setelah dia sorot ternyata kodok ijo. Dia mendiamkan hal ini karena nggak mau jadi bahan olok-olokan kawannya. Walau dia tak yakin dengan mitos kodok yang sering dia dengar dari kawan-kawan sesama pendaki namun ternyata dia keder juga. "Jangan-jangan istriku jelek, kelak" gumamnya. Mereka tetap melanjutkan perjalanan. Walau trek l

Cinta Modern

Oleh: Imam Shofwan Ada pecinta yang luruhkan kediriannya Penyatuan dengan kekasihnya adalah segalanya Matanya tak lagi miliknya Darah hingga nafasnya buat kekasihnya Demi kekasihnya dia abaikan kedirian Tak peduli sekitar Tak butuh apapun selain kekasihnya Ada pula pecinta yang luar biasa keras kepala Tak gentar dera siksa Tak Silau gemerlap surga Kenikmatan tertinggi baginya adalah kekasihnya Dalam dirinya hanya ada satu ketakutan Bukan pada tajamnya pedang Bukan pula pada lezat markisa Teror baginya adalah perpisahan dengan kekasihnya Pecinta dari anak benua punya kisahnya sendiri Cintanya melampaui batas kecerdasannya Dia menjadi ‘tolol’ Umum menyebutnya ‘gila’ Bagaimana tidak, Tiap suara yang keluar dari mulutnya adalah nama kekasihnya Dia mudah berurai air mata Hanya karena lalat mendarat di rambut kekasihnya Izinkan aku mengajukan proposal cintaku Tak sama dengan cinta mereka Cintaku cinta modern Dimana kejujuran dan v

Inspirasiku

Oleh: Imam Shofwan Api adalah unsur terbesar diriku Itu kata buku Aku tak percaya Namun tanda-tandanya melekat padaku Aku bisa bersemangat Bahkan sangat Tentu aku akrab Karena sering dapat Tahun-tahun lalu ketika saat ini tiba Aku jadi tak tenang Berhari mata tak bisa pejam Fikirku tak lepas dari sumbernya Sering merangsang gesa Otakku memburu cara Ingin segera menuntaskannya Entah karena kawan Atau rahasia waktu Aku tak tahu Curigaku keduanya bersekutu Kawanku bilang, “tak baik terlalu berapi, mudah padam atau dipadamkan,” Aku tak percaya Tapi selalu terganggu Bajingannya pengalaman membenarkan Lebih buruk, fakta menggerogoti keyakinanku Kau tahu betapa sulitnya menguasai diriku? Sampai saat inipun aku tak yakin mampu Aku baru bisa mengenali dan mencoba memanfaatkan dayanya Aku tak menyalahkanmu karena mengobarkannya Tak jua memintamu memadamkannya Aku hanya ingin kau mengenalnya Selebihnya biarkan menjadi da