Skip to main content

Posts

Showing posts from 2005

Depan Belakang Oke

Oleh Imam Shofwan LAIN sekali suasana Masjid al-Muslimun pada malam 6 September itu. Biasanya, jamaah shalat isya di masjid Gang Jeruk, Utan Kayu, Jakarta Timur tersebut hanya warga sekitar. Tapi malam itu, yang jadi imam shalat isya, tak tanggung-tanggung, adalah Komandan Rayon Militer Matraman: Kapten (Inf) Soedar. Makmumnya pun istimewa, ada camat Matraman Khairil Astrapraja, Kepala Kepolisian Sektor Matraman Soelarno, serta seorang Kepala Badan Kesatuan Bangsa (Kesbang) Jakarta Timur, alamsyah. Tampak juga sejumlah orang dari Forum Umat Islam Utan Kayu (FUI-UK). Kedatangan para pejabat kecamatan Matraman di Masjid al-Muslimun ini tentu bukan tanpa alasan. Mereka hadir di masjid itu menyusul tuntutam dari FUI-UK yang mengatasnamakan warga Utan Kayu yang “terganggu” dan menuntut Jaringan Islam Liberal (JIL) dan Komunitas Utan Kayu (KUK) –yang terletak di Jalan Raya Utan Kayu 68H, sekira 300 meter dari masjid tersebut—supaya dibubarkan dan hengkang dari wilayah Utan Kayu. Tepa

Mesra dengan Tuhan Itu Privasi

Oleh Imam Shofwan Anggur merah, yang sering memabukkan diri Kuanggap belum seberapa dahsyatnya… Bait lagu karya Meggy Z ini dinyanyikan salah satu peserta Akademi Fantasi Indonesia (AFI). Trie Utami Sari yang sejak awal acara duduk manis di bangku juri langsung berdiri, bergoyang bersama bersama dua orang juri lainnya. “Ade…Ade…Ade…,” riuh yel-yel dan tepuk tangan penontong mengiringi berakhirnya lagu. Giliran Iie –sapaan akrab Trie Utami— memberikan komentar, “penampilan kamu malam ini bagus.” “Boleh diulang refrein lagu tadi,” lanjut ‘si bola bekel’. Sejenak Adi mengambil nafas. Lalu, “teganya teganya teganya teganya teganya… oh pada diriku….” Iie pun tersenyum. Sudah sejak setahun lalu Iie menjadi juri AFI. Wajahnya yang selalu terbalut tutup kepala khas dapat disaksikan seminggu sekali di layar Indosiar, sebuah stasiun televisi swasta nasional. Namun malam itu dia tidak mengenakan tutup kepala seperti biasanya. “Saya tidak lagi mengenakan ‘topi’, ujar adik musisi Purw

Menjual Kuburan di Layar Kaca

Oleh: Fathuri SR, Imam Shofwan, Ingwuri Handayani, dan Muhammad Aslam MENJELANG pukul 20.00, di rukan Bauvenville, perbatasan Jakarta Timur-Bekasi. Seorang gadis cantik duduk di sebuah ruangan yang sudah dirubah menjadi tempat ganti kostum. Juru rias terus memoles wajah sang gadis. Pipi, hidung, dagu, kening. Bolak balik. Setumpuk kertas di tangannya ia baca dengan serius. Tak terganggu dengan polah juru make up di depannya. “Pak, gimana nih, Fina, enggak hafal ayat kursi?” Tak terdengar jawaban. Hanya pandang mata sebentar dari yang hadir. Orang-orang tetap pada kesibukannya: menyiapkan kamera di pojok ruangan, mengatur lampu, merapikan dekorasi, atau memindah barang-barang. “Dia kalau ada yang berhubungan dengan baca-baca al-Qur’an di sekolahnya juga sering kabur,” kembali gadis itu berteriak memberi keterangan. Belum juga ada tanggapan. Gadis itu kembali diam, sibuk membaca naskah. Wajahnya masih menjadi sasaran kuas rias. Orang yang dimaksud gadis itu, Fina, adalah seoran

Terhormat Meski Tanpa Jilbab

Oleh Banani Bahrul Hasan dan Imam Shofwan Najwa Shihab punya prinsip sendiri tentang jilbab. Bagi dia, hati “berjibab” lebih baik daripada sekadar jilbab kepala. TAK SULIT menjumpai Najwa Shihab. Hampir saban hari dia muncul di stasiun MetroTV. Selama kariernya di televisi itu, yang paling mengharukan saat Nana, sapaan karibnya, melaporkan kondisi Aceh pasca-Tsunami akhir Desember lalu. Awal mula dia memberi laporan, meski tampak tegar tapi akhirnya tak kuasa menahan linangan air mata. Nana menangis. Saat bertolak ke Aceh, 27 Desember, Nana berniat menggelar talkshow Today’s Dialog di sana. Nana, yang juga co-produser program itu, sebenarnya telah mempersiapkan talkshow lengkap dengan krunya. Tapi, karena keterbatasan sarana, hari pertama Nana melaporkan hasil liputannya cuma via telepon. Laporan langsung lewat satelit baru bisa dilakukannya hari kedua. Turun dari pesawat rombongan wakil presiden di Blang Bintang, Banda Aceh, Nana belum merasakan atmosfer kematian. Dia mencium

Jalan Mendaki Penyuka Whisky

Oleh Imam Shofwan Perjalanan seorang seniman pemabuk yang ‘ditobatkan’ oleh Arifin Ilham. JAMAAH zikir az-Zikra berduyun-duyun memadati masjid al-Amru bit-Taqwa. Awan hitam pertengahan Januari itu mencair menjadi rintik hujan, membasahi pelataran masjid yang terletak di daerah Mampang Indah Dua, Depok. Kaum menempati ruang utama masjid, sedang para wanita di teras luar. Petang itu, jamaah isya baru selesai, acara dilanjutkan dengan zikir dan tausiyah yang dipimpin oleh Ustad Arifin Ilham, juru dakwah sering mongol di televisi. “Shalat akan mencegah perbuatan keji dan mungkar.” Jamaah mendengar sang ustad menyitir sepenggal ayat al-Quran. Hening dan Khusuk. “Seperti Bang Johnny AO,” lanjut Ustad Arifin sambil menunjuk seseorang di tengah jamaah. “AO” kependekan dari anggur orangtua. Jamaah mengarahkan pandangan pada seorang laki-laki dengan rambut panjang yang terikat rapi dan ditutup kopiah putih. Lelaki paruh baya yang menjadi pusat perhatian tertunduk, kedua tangannya menut