Skip to main content

Posts

Showing posts from 2007

Doctor Brigade (revisions)

Oleh Imam Shofwan Louis Chaviano was just three days back in home at 38 Ave Y Final, Sanatorio Pabellion, Cienfuegos, Kuba. Chaviano cured his missed to his wife an his dougther, Liliana Chaviano after six months in Khasmir, Pakistan, with his team. They helped eartquake victims there. That afternoon, in the end of May 2006, he only and watching television. A foreign news teases his lustrous. Earthquake again, and nowadays unsettling Jogjakarta. His eyes captured chilling parts: thousands peoples died and another tens of thousand peoples injured. Chaviano feels that he will depart to Jogjakarta immedietly. But he cannot tell what did he feels to his family mambers. He discourages it will ruin their togetherness ambience. Until night, Chaviano covered his willies. Someone from departemen of public health of Cuba called Chaviano, morning after at 10 AM. Chaviano still slept with his wife. His assesment was true, government asked him to depart to Jogjakarta, for assist earthquake victims.

Dulu Daerah Modal, Kini Daerah Model

Oleh: Imam Shofwan LIEM Soei Liong belum sehari penuh di Jakarta. Liem baru datang dari tempat tinggalnya di Amsterdam, Belanda. Dari sana Liem aktif mengikuti perkembangan Indonesia khususnya yang berkaitan dengan penegakan Hak Asasi Manusia. Di London Liem aktif di organisasi HAM Tapol, tahanan politik, yang banyak membantu korban pelanggaran HAM mulai dari pelanggaran HAM 1965, Timor Leste, Tanjung Priok, dan Papua. Mereka juga getol memperjuangkan penegakan HAM di Aceh. Liem peranakan Tionghoa Sunda. Dia lahir di Tasikmalaya enam puluh empat tahun silam. Sekira setahun lalu, saya pertama kali ketemu Liem. Saat itu kami sama-sama melayat almarhum Pramoedya Ananta Toer, novelis terbesar Indonesia. Jum’at lalu, saya bertemu Liem untuk kedua kali. Liem lebih kurus. Kami bertemu di depan ruang Bima, Hotel Bidakara, Jakarta sesaat sebelum seminar Peluang Pendirian Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Walau tak lagi muda, dia selalu bergairah berbicara soal HAM. ”Saya baru saja sampai dan k

Dalam Gelap, Karya itu Lahir

Oleh: Imam Shofwan SEBUAH balai dengan kasur busa bertengger di pojok ruangan. Rak-rak buku. Lemari duduk dan di atasnya laptop butut. Kursi plastik. Di dinding tergantung foto orang Arab Pekalongan: Habib Husain, Habib Lutfi, berukuran besar, berderet dengan poster Sarah Azhari dengan dua bekas staples di bagian tengahnya. Ah, benar-benar pengap kamar itu. Sambil membetulkan kain sarung yang dipakainya, Sumanto, si empunya kamar, mendekati laptop yang dia sebut ‘laptop jangkrik’. “Dengan laptop ini saya menulis tesis saya,” tuturnya. Tesis inilah yang kemudian menjadi buku yang banyak diperdebatkan: Arus Cina-Islam-Jawa, Membongkar Sejarah atas Peranan Tionghoa dalam Penyebaran Agama Islam di Nusantara Abad XV & XVI. Sumanto melacak asal-usul penyebaran Islam di tanah Jawa. Dia menganggap ada yang hilang dalam sejarah masuknya Islam di Jawa. Dia mengumpulkan bukti-bukti dan mendatangi banyak peninggalan Islam di pelosok Jawa. Ukiran padas di Masjid Kuno Mantingan, Jepara, Menara M

Blogger, Pluralisme dan Negara Indonesia

Oleh Imam Shofwan Suatu Sabtu lalu, lebih dari 400 orang, kebanyakan lelaki umur 20an atau 30an tahun, memadati Mega Blitz, sebuah teater di daerah Kebon Kacang, Jakarta. Mereka banyak berpakaian blue jeans dan kaos, tapi ada juga beberapa oom-oom, rambut memutih, ikut datang. Acaranya, "pesta blogger" dengan talk show, diskusi, cekikik-cekakak plus makan siang. Antrian panjang tapi rapi serta diskusi muncul sana-sini. Para blogger ini juga saling sapa, ambil foto, ingin tahu siapa-siapa, yang mereka kenal dari blog walking. Anehnya, dan ini biasa dalam peradaban masyarakat Jakarta, acara ini diberi label “pertemuan nasional." Pesertanya, diklaim datang dari Kuala Lumpur, Bandung, Jogjakarta, Surabaya, Makassar, Mataram plus dua orang dari Poso. Slogannya, lebih kemlinti lagi, "Suara Baru Indonesia." Peserta terjauh, datang dari Poso, seorang wartawan, yang pernah dituduh ikut makan uang dana pengungsi Poso bersama Bupati Poso Andi Asikin Suyuti! Wimar Witoelar

Surat Coen Buat Andreas Dan Linda Tentang Tulisanku

From: Coen Husain Pontoh Date: Tue, 30 Oct 2007 21:51:08 +0000 (GMT) To: , Subject: Imam Shofwan PLAGIAT Bung AH dan Linda yb, Iseng-iseng saya berkunjung ke blog Imam Shofwan. Dari sana saya tertarik membaca tulisannya yang berjudul "Brigade Dokter Kuba." Mulanya, asyik juga sih. Tak dinyana, di bagian tengah tulisan itu, saya membaca barisan kalimat yang akrab dengan saya. Saya baca terus, terus, dan terus. Dan saya kemudian memeriksa lagi salah satu tulisan saya di blog IndoPROGRESS berjudul "Pendidikan di Kuba." Ya, saya kemudian tahu bahwa Shofwan telah bertindak plagiat. Ia mencomot beberapa paragraf tulisan saya dalam tulisannya, tanpa sekalipun menyebut sumber tulisan itu. Saya kira, ini tindakan yang sangat tercela dalam dunia akademik, JURNALISME, atau dunia tulis-menulis keseluruhan. Saya kira, sangat berbahaya jika di Pantau ada penulis macam beginian, ia tidak layak bergabung dalam komunitas kita yang secara sukarela ingin kita bangun supaya lebih berwi

Baju Putih, Pasukan Tempur Junta

Oleh Marwaan Macan-Markar BANGKOK (IPS) – ADA kesamaan cara dengan Benito Mussolini di Italia dan Adolph Hitler di Jerman yang menggunakan masing-masing “baju hitam” dan “baju coklat” untuk meneror para pembangkang. Rezim militer Burma telah menyebarkan “baju putih” untuk melawan para biksu dan warga sipil yang melakukan protes. Dalam berbagai event resmi, pasukan tempur –anggota milisi propemerintah Union Solidarity and Development Association (USDA)– tampil dengan seragam putih, baju lengan panjang khas Burma, serta sarung berwarna hijau gelap. Tapi di lain kesempatan, mereka tampil dengan pakaian sipil dan menyaru sebagai anggota masyarakat. Tugas mereka sebagai mata dan telinga rezim militer Burma yang memakai kekerasan untuk menghalangi perbedaan pendapat. USDA-lah yang pertama mengadu ke junta ketika mantan pemimpin mahasiswa dan aktivis partai oposisi turun ke jalan pada pertengahan Agustus untuk memprotes kenaikan harga minyak sebesar 500%. “Pemerintah militer menggunakan USDA

Al-Hallaj behind Dhani Ahmad

By Mujtaba Hamdi And Imam Shofwan A string of accusations on religious contempt are now being hurled at Dhani Ahmad and his rock band Dewa. Dhani does not deny that his lyrics began with an attempt to open up some kind of a religious discourse. In fact, he admits his fondness for controversial Sufi figures. It is still early in the morning. The day’s heat has yet to be felt. But not so in the infotainment programme on television. The camera is fixed on one man, and this man is announcing sternly, “A few of the lyrics and the pictures used by Dewa in their album have been taken from a poem by a heretical movement in the Middle East.” On the screen, you could read the caption which identifies them, Pertahanan Ideologi Syariat Islam (Perisai) [The Defence of the Islamic Ideology and Law]. This is not some kind of an innocent prank. Ridwan Saidi, the figure who claims to represent the aforementioned group called Perisai, is going to lodge a complaint on Dewa to the Attorney General. Ridwan

Seribu Kanvas Juragan Tembakau

Oleh Imam Shofwan SEBATANG rokok terselip di bibir Munir Thalib. Sebelum hidupnya dijegal ajal yang dipaksakan, pejuang hak asasi manusia itu tidak lagi berstatus sebagai perokok berat. Tapi Agus Suwage memilih melukis Munir dengan rokok. Kutipan sajak “Aku Ingin Hidup Seribu Tahun Lagi” yang menjadi judul lukisan itu, mengingatkan pada Chairil Anwar, sang pencipta bait puisi. Dalam potretnya yang paling populer, Chairil juga sedang menghisap sebatang rokok. Untuk seri lukisan ini, Suwage juga melukis wajah Putri Diana, Marilyn Monroe dan Bob Marley. Semua tokoh dunia yang mati muda. Dalam lukisan-lukisan wajah itu Suwage ingin menghadirkan perbenturan. “Idenya kontradiksi antara kenginan hidup dan rokok yang merupakan simbol penyebab kematian” kata Suwage. Suwage memamerkan seri lukisan ini, pertama kalinya, pada Bali Biennale tahun 2005. Awalnya dia lukis dengan cat air di atas kertas, lantas dia perbesar ke atas kanvas berukuran 1,5x21,2 meter. Suwage berencana melukis 40 tokoh unt