Skip to main content

Posts

Showing posts from May, 2008

Mitos Kodok Ijo

Bagi tiap pendaki gunung ada pantangan yang musti di jauhi, yakni tak boleh menginjak kodok Ijo. Konon, kalau menginjak kodok ijo kelak akan mendapatkan pasangan yang buruk rupa. Jumari pernah membuktikan hal ini. Ketika muda dia pernah naik gunung Merbabu bersama Mail dan Sholeh. Mereka mengambil rute utara dengan start dari wanawisata Kopeng, Salatiga. Semua persiapan sudah lengkap dan masing-masing memanggul satu tas carrier yang besar melampaui kepala mereka dengan senter di tangan kiri dan golok tebas di tangan kanan. Agar jalan sepi, mereka berangkat tepat jam 12 malam. Sial bagi Jumari, baru keluar dari hutan kopeng dia menginjak sesuatu yang setelah dia sorot ternyata kodok ijo. Dia mendiamkan hal ini karena nggak mau jadi bahan olok-olokan kawannya. Walau dia tak yakin dengan mitos kodok yang sering dia dengar dari kawan-kawan sesama pendaki namun ternyata dia keder juga. "Jangan-jangan istriku jelek, kelak" gumamnya. Mereka tetap melanjutkan perjalanan. Walau trek l

Cinta Modern

Oleh: Imam Shofwan Ada pecinta yang luruhkan kediriannya Penyatuan dengan kekasihnya adalah segalanya Matanya tak lagi miliknya Darah hingga nafasnya buat kekasihnya Demi kekasihnya dia abaikan kedirian Tak peduli sekitar Tak butuh apapun selain kekasihnya Ada pula pecinta yang luar biasa keras kepala Tak gentar dera siksa Tak Silau gemerlap surga Kenikmatan tertinggi baginya adalah kekasihnya Dalam dirinya hanya ada satu ketakutan Bukan pada tajamnya pedang Bukan pula pada lezat markisa Teror baginya adalah perpisahan dengan kekasihnya Pecinta dari anak benua punya kisahnya sendiri Cintanya melampaui batas kecerdasannya Dia menjadi ‘tolol’ Umum menyebutnya ‘gila’ Bagaimana tidak, Tiap suara yang keluar dari mulutnya adalah nama kekasihnya Dia mudah berurai air mata Hanya karena lalat mendarat di rambut kekasihnya Izinkan aku mengajukan proposal cintaku Tak sama dengan cinta mereka Cintaku cinta modern Dimana kejujuran dan v

Inspirasiku

Oleh: Imam Shofwan Api adalah unsur terbesar diriku Itu kata buku Aku tak percaya Namun tanda-tandanya melekat padaku Aku bisa bersemangat Bahkan sangat Tentu aku akrab Karena sering dapat Tahun-tahun lalu ketika saat ini tiba Aku jadi tak tenang Berhari mata tak bisa pejam Fikirku tak lepas dari sumbernya Sering merangsang gesa Otakku memburu cara Ingin segera menuntaskannya Entah karena kawan Atau rahasia waktu Aku tak tahu Curigaku keduanya bersekutu Kawanku bilang, “tak baik terlalu berapi, mudah padam atau dipadamkan,” Aku tak percaya Tapi selalu terganggu Bajingannya pengalaman membenarkan Lebih buruk, fakta menggerogoti keyakinanku Kau tahu betapa sulitnya menguasai diriku? Sampai saat inipun aku tak yakin mampu Aku baru bisa mengenali dan mencoba memanfaatkan dayanya Aku tak menyalahkanmu karena mengobarkannya Tak jua memintamu memadamkannya Aku hanya ingin kau mengenalnya Selebihnya biarkan menjadi da
Dulu Daerah Modal Kini Daerah Model Oleh: Imam Shofwan Tenggat waktu pendirian Pengadilan Ham dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh telah terlampaui. Bagaimana masa depan perdamaian di Aceh? more
Yang Sesat dan Yang Ngamuk* Oleh: A. Mustofa Bisri Renungan Gus Mus, di GusMus.net , soal Ahmadiah ini cocok untuk menjadi bahan bacaan bagi sebagian Muslim yang mudah marah, gampang memberi cap sesat, serta hobi merusak harta benda milik sesamanya. dikirim oleh Imam Shofwan | 8:50 PM 0 tanggapan Masykur Maskub: Penggerak "Silent Transformation" di NU* Oleh: Ulil Abshar-Abdalla Lek Masykur atau Lek Kur, panggilan akrab Masykur Maskub di keluarga saya, adalah orang baik. Terimakasih untuk Ulil Abshar-Abdalla yang mengabadikan Lek Kur, di situs islamlib , dalam tulisan sebagaimana Lek Kur abadi di hati saya. Saya selalu merindukan orang-orang seperti Lek Kur, baik untuk keluarga kecil saya di Pati ataupun keluarga besar saya di NU. Kenangan yang Tak Memudar* Oleh: Liza Desylanhi Dea, sebutan akrab Liza Desylanhi , menulis soal keluarga para korban kekejaman rezim , di situs Voice of Human Right , yang selalu rindu dengan anggota keluarganya yang hilang. Dulu Daerah Mo

Tuan

Oleh: Imam Shofwan Kami kurus bukan karena kurang makan Tapi tak ada yang kami makan Kami bodoh memang tak mampu bayar sekolahan Kami sakit-sakitan memang rumah sakit mataduitan Kami tak ada pekerjaan Mungkin dalam hidup tuan tak pernah merasakan Pagi Warung menolak hutang makanan Di rumah ibu terbaring tanpa pengobatan Adik-adik merengek ingin disekolahkan Tuan... Esok hari Daun kamipun tak lagi berisi nasi Ibu kami segera mati Adik-adik sama bodohnya dengan kami Kalau sudah begini Kami pakai baju merah, baju yang selama ini ditakuti ibu kami Tak ada lagi yang mencegah kami Yang selama ini hanya bisa dibayangkan akan terjadi Kami tak ingin bodoh begini Kami ingin gemuk kembali Kebayoran Lama, 3 Juni 2008 Terinspirasi dari ” Lidah Tuan ”-nya Klara Akustia.

Profesor Doktor Insinyur

Ustad Jumari bergurau dengan Mail dan Soleh, begini ceritanya: Seorang profesor, doktor, insinyur mengadakan penelitian dan tersesat di pedalaman hutan di Amazon. Gara-garanya dia lari karena ketakutan di kejar srigala. Dia berada di tengah hutan dan di apit dua sungai. Saat lari, dari arah depannya ada seeokor singa kelaparan. Dia lalu tengak-tengok ke kiri kanan. Yang tampak olehnya hanya rawa-rawa yang penuh dengan buaya. Profesor tersebut terkepung dan bingung. Pertanyaannya: bagaimana dia bisa meloloskan diri dengan selamat? Mail: ya terjun ke rawa dan berenang? Ustadz Jumari: Salah? bisa dihabisi buaya dia. Apa jawabnya, Leh? Soleh: Nggak tahu. Ustadz: Dasar kamu memang selalu nggak tahu. Mail: trus, jawabnya apa? Ustadz: mana aku tahu. Orang yang profesor doktor aja bingung. Gemana aku yang smp aja nggak lulus.

Serius Banget, Cuma Bercanda Kok

Waktu muda Jumari gemar naik gunung. Dia punya segudang pengalaman soal ini, salah satu yang terburuk adalah; Suatu ketika dia tersesat dari kawan-kawannya sesama pendaki, sewaktu mendaki gunung Lawu. Sudah seminggu terpisah dari kelompoknya. Dia tersesat dan kehabisan logistik. Dalam hati dia nggedumel "daripada tersesat dan kelaparan begini mending mati dikeroyok monyet," begitu kira-kira dumelannya. Selang beberapa detik puluhan rombongan monyet melintas. Kontan dia ketakutan dan berlari. Rombongan monyet memburunya. Saat terengah-engah dia sempat ngomel lagi: "Uwallah, serius banget, cuma bercanda kok."

Anak Berbakti

SOLEH, Anas, Amir, dan Yono janjian mengadakan reuni pasca-lebaran di sebuah restoran. Sambil makan, mereka berbincang sembari bernostalgia. Setelah makan, Soleh pamit meninggalkan teman-temannya sebentar untuk nyanyi karaoke, "Minta lagu apa, Coy? Cucak Rowo, ok?" Sambil mendengarkan Soleh bernyanyi, teman-temannya melanjutkan obrolan mereka. "Bagaimana anak-anakmu, Nas, habis lebaran kemarin?" tanya Amir. "oo, baik-baik saja, anakku kan dua. Yang cewek ikut suaminya jadi kapolres di Medan. Sedangkan yang cowok sudah jadi bos, pabriknya dua, pabrik sepatu dan pabrik mi." Cerita Anas, "tapi ya gitu, saya yang jadi bapaknya saja tak pernah dibelikan motor sama sekali, paling baju buat lebaran. Eh, pas kemarin pacarnya ulang tahun dibelikan BMW 318i gress." "La kalau anakmu, Mir" Amir pun bercerita, "Anakku tiga, cowok semua, yang dua kerja di Amerika, yang bontot sekarang jadi direktur developer rumah. Tapi agak gendeng juga bontotk

Danau Ajaib

Jumari, Saleh dan Mail tahu betul seluk beluk di Gunung Ungaran. Mereka sudah terbiasa naik dari berbagai jalur. Dari Boja, Medini, lalu Pelumasan atau dari jalur Candi Gedong Songo sudah berkali-kali mereka lalui. Namun mereka belum pernah menemukan Danau Ajaib yang konon bisa ditemui kalau menempuh jalur Gedong Songo. Danau itu dipercaya oleh orang sekitar dapat mengabulkan semua permintaan. Tinggal sebut permintaan sambil menceburkan diri ke danau maka permintaan pun segera terkabul. Karena penasaran ketiganya berusaha untuk menemukan danau tersebut. Mail yang paling semangat, "Aku tak akan pulang kalau belum ketemu danau tersebut," tandas Mail. Mereka memulai perjalanan dari bandungan. Setelah makan kenyang di sebuah pemancingan ikan Bandungan yang indah dengan latar gunung Ungaran yang tampak kokoh. Mereka lalu melanjutkan perjalanan ke Candi Gedung Songgo. Dari sini petualangan mereka mulai. Semua perlengkapan untuk logistik sebulan mereka siapkan. Sehari, seminggu mere

“Jangan Ajak Dia, Nanti Dia Marah”

Ini satu kisah parodi. Tentang seorang ustad yang ingin masuk surga sendiri dan memvonis orang yang berbeda dengannya akan masuk neraka, termasuk agama lain. Baginya, orang yang berbeda dengannya adalah sesat, penuh bid’ah dan tak pantas masuk surga. Fiksi ini pernah dikisahkan Gus Dur, mantan ketua PBNU. Tersebutlah seorang bernama ustad Jumari. Dalam ceramah-ceramahnya, ustad ini selalu menekankan supaya orang Islam waspada terhadap propaganda agama lain. “Saat ini marak terjadi pemurtadan terhadap orang Islam,” ucapnya, suatu ketika. Ustad Jumari memang terkenal keras dengan agama-agama lain, dia paling anti dengan acara doa antar-agama, dialog antar-agama, atau apa pun yang berbau antar-agama. Dia marah besar suatu ketika saat panitia “antar-agama” mengundangnya. Menurut Ustad tadi, Surga hanya untuk orang Islam. “Karena agama yang direstui Allah hanya Islam. Ayatnya inna al-dina inda allahi al-islam,” katanya. Tegas. “Sebagai orang Islam

Coblosan Hati Nurani

MEMILIH capres dan cawapres sesuai dengan hati nurani diartikan Rahman sebagai panduan utama memilih presiden. Pria berusia 30 tahun ini mengisahkan kepada syir’ah dua hari setelah pencoblosan. Ceritanya, Senin pagi 5 Juli, Rahman, bersama tetangga dekatnya Yusuf, berjalan semangat menuju bilik suara yang tak jauh dari rumahnya. Sepanjang perjalanan, kedua warga Madura yang bermukim di Yogyakarta ini memperbincangkan siapa pilihannya. Dialog singkat berlogat Madura pun terjadi sepanjang perjalanan: “Kamu milih apa Sup?” tanya Rahman. “Aku pilih SBY saja lah,” jawab Yusup enteng. “Kamu ini gimana! Kita kan orang Madura, masa milih SBY,” tentang Rahman. “Lo, kan ibu kota kita Surabaya, pas kan kalau milih SBY? Coba kepanjangan SBY itu apa kalau bukan Surabaya?” kilah Yusup sengit. “Tapi SBY kan bukan orang NU?” “ Gak peduli NU atau bukan. Yang penting sesuai dengan hati nurani! Kalau kamu pilih siapa?” Tanya Yusup. “Sesuai dengan hati nuraniku, aku tet

Aladin dan Jin Ceret

From : Sagitri

Andai CINTA LAURA jadi pegawai Pemda...Khchau Ballauww Dechhh

3.jpg 48K View Download 4.jpg 46K View Download 5.jpg 23K View Download 6.jpg 53K View Download 7.jpg 37K View Download 8.jpg 38K View Download 9.jpg 58K View Download 10.jpg 38K View Download 11.jpg 46K View
Meet a Smile in Myanmar's diaspora Ati Nurbaiti NAI NAI : JP/Ati Nurbaiti Nai Nai, her friend said, "is worried sick again." The young woman is busy collecting donations to send to family and friends in Yangon, the old capital stuck in the middle of the area hardest hid by the cyclone, the Irrawaddy Delta. With her friends at the Bangkok office where she works at a media organization, Nai Nai had just heard the news that barely two weeks after the Cyclone Nargis hit her homeland, further rain storms had been predicted, while survivors still had no proper shelter. The other day she sounded gay on the phone, saying she had heard good news from home -- only the roof had flown off in the disaster. On a daily basis, Nai Nai, 32, is indeed a cheerful woman. But behind the friendly eyes and smiles on the faces of Myanmarese living overseas, is a sense of their resignation to being unable to help. When the cyclone hit, a few million exiles, migrants, refugees and oth

SKB Soal Ahmadiyah

Kemarin tetangga saya Maftuh Basyuni, atasnama Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri dan Kejaksaan Agung Mengumumkan keputusan soal Ahmadiyah: Berikut keenam isi keputusan tersebut: 1. Memberi peringatan dan memerintahkan untuk semua warga negara untuk tidak menceritakan, menafsirkan suatu agama di Indonesia yang menyimpang sesuai UU No 1 PNPS 2005 tentang pencegahan penodaan agama. 2. Memberi peringatan dan memerintahkan bagi seluruh penganut, pengurus Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) sepanjang menganut agama Islam agar menghentikan semua kegiatan yang tidak sesuai dengan penafsiran agama Islam pada umumnya, seperti pengakuan adanya Nabi setelah Nabi Muhammad SAW. 3. Memberi peringatan dan memerintahkan kepada anggota atau pengurus JAI yang tidak mengindahkan peringatan tersebut dapat dikenai sanksi seusai peraturan perundangan. 4. Memberi peringatan dan memerintahkan semua warga negara menjaga dan memelihara kehidupan umat beragama dan tidak melakukan tindakan yang melanggar huku

Yang Sesat dan Yang Ngamuk*

Oleh: A. Mustofa Bisri Karena melihat sepotong, tidak sejak awal, saya mengira massa yang ditayangkan TV itu adalah orang-orang yang sedang kesurupan masal. Soalnya, mereka seperti kalap. Ternyata, menurut istri saya yang menonton tayangan berita sejak awal, mereka itu adalah orang-orang yang ngamuk terhadap kelompok Ahmadiyah yang dinyatakan sesat oleh MUI. Saya sendiri tidak mengerti kenapa orang -yang dinyatakan- sesat harus diamuk seperti itu? Ibaratnya, ada orang Semarang bertujuan ke Jakarta, tapi ternyata tersesat ke Surabaya, masak kita -yang tahu bahwa orang itu sesat- menempelenginya. Aneh dan lucu. Konon orang-orang yang ngamuk itu adalah orang-orang Indonesia yang beragama Islam. Artinya, orang-orang yang berketuhanan Allah Yang Mahaesa dan berkemanusiaan adil dan beradab. Kita lihat imam-imam mereka yang beragitasi dengan garang di layar kaca itu kebanyakan mengenakan busana Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Kalau benar mereka orang-orang Islam pengikut Nabi Muhammad SAW, menga

Masykur Maskub: Penggerak "Silent Transformation" di NU*

Oleh Ulil Abshar-Abdalla Tentu, kesederhanaan hidup seperti ini kontras dengan perubahan pola kehidupan di kalangan NU, terutama setelah era reformasi politik. Sudah menjadi rahasia umum bahwa saat ini, pola hidup tokoh-tokoh NU mulai berubah, mulai lebih kelihatan sedikit "mewah". Tokoh yang pendiam itu telah meninggal dalam insiden kendaraan bermotor di kawasan Pancoran, pada 30 Desember 2005. Pak Masykur, guru, teman, dan sahabat yang sangat saya hormati dan cintai itu telah meninggalkan kita untuk selamanya. Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un..... Masykur Maskub, atau Pak Masykur --begitu kawan-kawan muda NU kerap menyapanya-- bukanlah tokoh yang "cemlorot" dan terkenal. Dia nyaris tak pernah muncul di TV, pernyataan-pernyataannya jarang dikutip media, dan kehadirannya mungkin hanyalah dirasakan "bermakna" buat kalangan terbatas yang mengenalnya dari dekat. Dia bukanlah Gus Dur yang kehadirannya nyaris "pervasive" dan ada di man