Skip to main content

“Jangan Ajak Dia, Nanti Dia Marah”


Ini satu kisah parodi. Tentang seorang ustad yang ingin masuk surga sendiri dan memvonis orang yang berbeda dengannya akan masuk neraka, termasuk agama lain. Baginya, orang yang berbeda dengannya adalah sesat, penuh bid’ah dan tak pantas masuk surga. Fiksi ini pernah dikisahkan Gus Dur, mantan ketua PBNU.

Tersebutlah seorang bernama ustad Jumari. Dalam ceramah-ceramahnya, ustad ini selalu menekankan supaya orang Islam waspada terhadap propaganda agama lain. “Saat ini marak terjadi pemurtadan terhadap orang Islam,” ucapnya, suatu ketika.

Ustad Jumari memang terkenal keras dengan agama-agama lain, dia paling anti dengan acara doa antar-agama, dialog antar-agama, atau apa pun yang berbau antar-agama. Dia marah besar suatu ketika saat panitia “antar-agama” mengundangnya.

Menurut Ustad tadi, Surga hanya untuk orang Islam. “Karena agama yang direstui Allah hanya Islam. Ayatnya inna al-dina inda allahi al-islam,” katanya. Tegas. “Sebagai orang Islam harus keras kepada non-Islam dan lembut sesama orang Islam.”

Di akhirat, keinginan Sang ustadz terkabul, dia masuk surga. Ustad Jumari kaget bukan kepalang. Di surga tak hanya dengan kaumnya. Ternyata romo, biksu, pastur juga masuk surga. Beberapa kyai yang sering dia kritik karena suka ikut acara berlabel “antar-agama” juga masuk surga.

“Wah… ini pasti ada yang salah,” fikirnya. Namun, dia tak bisa protes. Untung para malaikat mengetahui kekecewaannya. Dia diberi ruang khusus, yang terpisah dari orang-orang yang dibencinya.

Waktu makan malam pun tiba. Para malaikat memanggil semua penduduk surga untuk makan bersama. Dan pemuka agama dikumpulkan di tempat tersendiri. Para kiai, pendeta, pastur, dan biksu mengelilingi sebuah meja makan penuh hidangan menggiurkan.

Seorang biksu (versi Syir’ah kyai) bertanya, “Malaikat, Ustad Jumari kok enggak ada. Apa dia enggak diajak kumpul sama kita?”

“Ups…pelan… nanti dia marah,” bisik malaikat. “Dia kan paling tak suka acara antar-agama.”[end]
 
Sumber: Selilit Syir’ah edisi Januari 2006

Comments

Popular posts from this blog

Gembrot Informasi*

Oleh: Imam Shofwan Apa Yang Bisa Diharapkan Dari Perusahan Media Ini? Jelang akhir tahun lalu seorang kawan wartawan Tempo TV mengeluh pada saya. Dia dan seorang kolega kerjanya baru saja dimintai foto kopi KTP. Untuk apa? Untuk mendukung pencalonan Faisal Basri jadi Gubernur Jakarta. Ini bukan hal baru di Kelompok Tempo dengan figur utama Goenawan Mohamad dan Fikri Jufri yang behubungan dekat dengan mantan menteri keuangan Sri Mulyani dan mendorong Sri Mulyani untuk jadi kandidat RI 1. Apakah mereka akan memberitakan orang yang didukung dengan kritis? Kabar serupa juga melanda kantor kelompok MNC. Karyawan MNC dibagi surat pernyataan jadi anggota Partai Nasdem. Metro TV jauh sebelumnya digunakan Surya Paloh untuk kampanye politiknya. Media milik ketua umum Golkar Aburizal Bakrie, seperti: Suara Karya, Surabaya Post, TV One, ANTeve, VIVANews memobilisasi semua media yang berafiliasi padanya, untuk mendukung karir politiknya di Golkar dan membersihkan dirinya dari kasus Lapin

Kalau Diungkap, Kami akan Dihukum Berat

Oleh Imam Shofwan “Diundur tp bisa jd batal, km lg berjuang,” pesan pendek ini saya terima dari Mikanos, salah seorang pengacara Fabianus Tibo, pada, 12 Agustus. Hari eksekusi mati Fabianus Tibo, Dominggus da Silva dan Marinus Riwu. Mikanos biasa menemani para wartawan yang hendak bertemu dengan Tibo. Saya mengenalnya lima bulan lalu saat Majalah Playboy mengutus saya untuk mewawancarai Fabianus Tibo di Palu. Mikanos sangat membantu selama saya di Palu. Untuk dapat mewawancarai Fabianus Tibo dengan leluasa, dia mengusulkan agar saya mengurus izin di Kantor Wilayah Kehakiman Sulawesi Tengah. Seharian saya bolak-balik dari Kantor Wilayah Kehakiman-Kejaksaan Tinggi-Pengadilan Negari untuk mendapatkan izin tersebut, namun saya tidak dapat mendapat. Mikanos kemudian mengusulkan agar saya ikut rombongan Pastur saat kebaktian. Cara ini cukup jitu, atas nama jemaah yang akan kebaktian saya masuk ke Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Palu tanpa halangan berarti. Pagar dari anyaman kawat setinggi

Ada al-Hallaj di Balik Dhani Ahmad

Oleh Mujtaba Hamdi dan Imam Shofwan Berbagai tudingan penghinaan agama menggempur Dhani Ahmad dan Dewa. Dhani tak memungkiri, inspirasi lirik-liriknya bermula dari wacana agama. Dhani bahkan menyukai tokoh-tokoh sufi kontroversial. HARI masih pagi. Cuaca belum begitu panas. Tapi kabar panas sudah muncul di acara infotainment televisi swasta itu. Kamera menyorot tajam segurat wajah yang berucap dengan tegas, “Beberapa lirik dan gambar yang dipakai Dewa dalam kasetnya diambil dari syair aliran sesat di Timur Tengah.” Di layar, tampak subtitle Pertahanan Ideologi Syariat Islam (Perisai). Sepertinya tidak main-main. Ridwan Saidi, sosok yang mewakili kelompok bernama Perisai tersebut, hari itu tengah melaporkan grup band Dewa ke Kejaksaan Agung. Ridwan seorang budayawan dan tokoh Betawi. Ridwan juga suka politik. Di masa Orde Baru, Ridwan sempat menclok di Partai Persatuan Pembangunan (PPP), lalu pindah ke Golongan Karya (Golkar), kemudian mendirikan Masyumi Baru. Di Era Reformasi, sa