Skip to main content

Gas Liar di Siring Barat


Foto dan teks: Imam Shofwan

Seumur hidup Sumargo (38 tahun) tak pernah membayangkan ada gas bisa keluar dari dalam rumahnya. Selama ini dia hidup tenang bersama istri tercintanya Muslimah (29 tahun) dan anaknya yang tampan Nur Mudian (11 tahun). Mereka menempati rumah kecil sederhana di RT 01/01 kelurahan Siring Barat, Porong, Sidoarjo.

Di Siring Barat ada empat RT 1, 2, 3 dan 12. Sementara delapan RT lainnya berada di Siring Timur. Antara Siring Timur dan Siring Barat dipisahkan oleh rel kereta api dan jalan tol yang menghubungkan kota Surabaya dan dengan kota Malang. Kini, pemisah mereka ditambah lagi satu yakni tanggul lumpur Lapindo tepat di sebelah rel.

Delapan RT di Siring Timur telah menjadi kampung mati karena terendam lumpur Lapindo. Para penduduknya telah tercecer ke mana-mana. Sedangkan empat RT ini masih bertahan hidup dengan lingkungan yang buruk. Air bersih tercemar dan bau lumpur menyengat dihirup warga empat RT ini. 8 RT ini masuk dalam peta yang tanahnya akan dibeli Lapindo sedang 4 RT tidak masuk peta.

Orang-orang di delapan RT tersebut baru mendapatkan ganti rugi 20% sementara 80%nya masih belum dibayar Lapindo. “Kami baru dibayar dua puluh persen, dan delapan puluh persennya masih gantung,” tutur Cak Rois, salah seorang warga Siring Timur yang rumahnya terendam lumpur.

Belakangan, di empat RT ini muncul semburan-semburan gas liar yang menakutkan warga karena terkadang disertai percikan api. Gas-gas ini muncul sembarangan bahkan sampai di dalam rumah warga salah satunya di dalam rumah Sumargo.
"gas liar yang mudah terbakar di rumah Sumargo"
Saya ketemu Sumargo sekeluarga, tadi pagi, dia menunjukkan tempat gas itu muncul, yakni tepat di depan pintu rumahnya. Gas ini keluar dari retakan kecil di lantai rumahnya yang diplaster. Awalnya mereka hanya mencium bau gas yang menyengat dan selanjutnya mereka takut menggunakan api, tak berani memasak di lantai. Kalau gas ini di sulut mereka akan keluar api. Sumargo mempraktekkannya dengan menyulutkan api dari korek dan api menyala persis kayak sulap. Saya terkejut.

Sejak gas liar itu keluar Sumargo menjadi was-was dan hidupnya dan keluarganya jadi tidak tenang. Sebelumnya semburan gas liar ini ditemukan di beberapa tempat di empat RT di Siring Barat. Salah satunya di tanah milik Amari, 200 meter dari rumah Sumargo, semburan gas di tempat ini lebih besar bahkan bisa digunakan untuk memasak.
"kegiatan berbahaya warga Siring Barat: menggunakan semburan gas liar untuk memasak"
Warga menjadi gelisah dan menuntut supaya pemerintah memperhatikan hal ini. Mereka menuntut diperlakukan sama dengan warga Siring Timur yang masuk peta dan mendapatkan ganti rugi. Berkali-kali mereka mengajukan tuntutan ke Bupati bahkan empat kali ke presiden namun tak juga ada respon balik.
"pipa yang digunakan untuk saluran gas ke kompor sudah berkarat tanpa ada pengaman"
Pada tanggal 19 Agustus 2008 kemarin semburan baru muncul Siring Barat. Tempatnya di perbatasan tanah milik Toni dan Hubyo.

Semburan gas ini mulai muncul setahun lalu dan penduduk Siring Barat sudah mengeluhkan hal ini pada pemerintah. Selama ini mereka bersabar menunggu dan mereka sudah jengkel. Mereka mengancam kalau misalnya dua bulan ke depan tidak ada kepastian dari pemerintah mereka akan turun ke jalan. Mereka berani mati untuk memperjuangkan hak mereka.

Wis rak wedi mati nek koyo ngene, sudah tidak takut mati kalau begini,” tutur Ibu Hartini 53 tahun warga Siring Timur pada saya.

Catatan 20 Agustus 2008
Berita-berita terkait:

*Di Siring Barat Porong Bubble Gas Kembali Muncul

*Api Berkobar di Siring Barat
*Semburan Gas Muncul Lagi di Siring Barat
*Siring Barat Tak Layak Huni

Comments

Popular posts from this blog

Gembrot Informasi*

Oleh: Imam Shofwan Apa Yang Bisa Diharapkan Dari Perusahan Media Ini? Jelang akhir tahun lalu seorang kawan wartawan Tempo TV mengeluh pada saya. Dia dan seorang kolega kerjanya baru saja dimintai foto kopi KTP. Untuk apa? Untuk mendukung pencalonan Faisal Basri jadi Gubernur Jakarta. Ini bukan hal baru di Kelompok Tempo dengan figur utama Goenawan Mohamad dan Fikri Jufri yang behubungan dekat dengan mantan menteri keuangan Sri Mulyani dan mendorong Sri Mulyani untuk jadi kandidat RI 1. Apakah mereka akan memberitakan orang yang didukung dengan kritis? Kabar serupa juga melanda kantor kelompok MNC. Karyawan MNC dibagi surat pernyataan jadi anggota Partai Nasdem. Metro TV jauh sebelumnya digunakan Surya Paloh untuk kampanye politiknya. Media milik ketua umum Golkar Aburizal Bakrie, seperti: Suara Karya, Surabaya Post, TV One, ANTeve, VIVANews memobilisasi semua media yang berafiliasi padanya, untuk mendukung karir politiknya di Golkar dan membersihkan dirinya dari kasus Lapin...

Kalau Diungkap, Kami akan Dihukum Berat

Oleh Imam Shofwan “Diundur tp bisa jd batal, km lg berjuang,” pesan pendek ini saya terima dari Mikanos, salah seorang pengacara Fabianus Tibo, pada, 12 Agustus. Hari eksekusi mati Fabianus Tibo, Dominggus da Silva dan Marinus Riwu. Mikanos biasa menemani para wartawan yang hendak bertemu dengan Tibo. Saya mengenalnya lima bulan lalu saat Majalah Playboy mengutus saya untuk mewawancarai Fabianus Tibo di Palu. Mikanos sangat membantu selama saya di Palu. Untuk dapat mewawancarai Fabianus Tibo dengan leluasa, dia mengusulkan agar saya mengurus izin di Kantor Wilayah Kehakiman Sulawesi Tengah. Seharian saya bolak-balik dari Kantor Wilayah Kehakiman-Kejaksaan Tinggi-Pengadilan Negari untuk mendapatkan izin tersebut, namun saya tidak dapat mendapat. Mikanos kemudian mengusulkan agar saya ikut rombongan Pastur saat kebaktian. Cara ini cukup jitu, atas nama jemaah yang akan kebaktian saya masuk ke Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Palu tanpa halangan berarti. Pagar dari anyaman kawat setinggi...

Dua Anak Serdadu

Oleh Imam Shofwan BEATRIZ Miranda Guterres berwajah oval, dagunya berbelah, bibir tipis, mata sipit dan rambut hitam berombak. Kulitnya halus sawo matang dan tubuhnya ramping. Namun karunia ini jadi malapetaka baginya. Para serdadu Indonesia, yang bertugas di kampungnya, Lalerek Mutin di Viqueque, tergiur dengan kecantikannya. Miranda dipaksa jadi gundik, berpindah dari satu tentara ke tentara lain. Para tentara itu sudah pulang ke Pulau Jawa, namun Miranda tak lupa wajah laki-laki yang pernah menyenggamainya. Dari hubungan “kawin paksa” dengan tiga serdadu, Miranda menanggung dua orang anak, yang hingga kini diasuhnya. “Yang pertama sudah kelas satu SMP (Sekolah Menengah Pertama),” tutur Miranda pada saya. Saya menemui Miranda pada 22 Mei 2007 lalu di Lalerek Mutin. Anak-anak tanpa baju bermain di depan rumah-rumah kumuh dan kecil. Rumah-rumah itu beratap daun aren, atau uma tali, atau “rumah daun aren” dalam bahasa Tetun. Uma-uma tali itu berlantai tanah. Tidak ada listrik. Babi-bab...