15 May 2008
Mitos Kodok Ijo
Jumari pernah membuktikan hal ini. Ketika muda dia pernah naik gunung Merbabu bersama Mail dan Sholeh. Mereka mengambil rute utara dengan start dari wanawisata Kopeng, Salatiga.
Semua persiapan sudah lengkap dan masing-masing memanggul satu tas carrier yang besar melampaui kepala mereka dengan senter di tangan kiri dan golok tebas di tangan kanan. Agar jalan sepi, mereka berangkat tepat jam 12 malam.
Sial bagi Jumari, baru keluar dari hutan kopeng dia menginjak sesuatu yang setelah dia sorot ternyata kodok ijo. Dia mendiamkan hal ini karena nggak mau jadi bahan olok-olokan kawannya. Walau dia tak yakin dengan mitos kodok yang sering dia dengar dari kawan-kawan sesama pendaki namun ternyata dia keder juga. "Jangan-jangan istriku jelek, kelak" gumamnya.
Mereka tetap melanjutkan perjalanan. Walau trek licin sekitar jam 3 dini hari mereka sudah mencapai Watu Layar, pos transit menuju, puncak Merbabu.
Mereka memutuskan istirahat sejenak dan makan makanan ringan dari perbekalan mereka. Soleh duduk di sebuah batu besar sambil menikmati coklat batangan kesukaannya. Setelah setengah jam mereka sudah tak sabar melanjutkan perjalanan ingin segera melihat sunrise dari puncak Merbabu yang mengagumkan.
Baru beberapa langkah Soleh merasakan menginjak sesuatu. Karena kaget dia berteriak. Seekor kodok meloncat dari arah kakinya dan mendahuluinya. Jumari dan Mail menertawakan kejadian ini. "Masak gondrong, takut kodok," cela Jumari.
"Bojomu welek, cuk," Mail tak kalah sengit mengejek. Semua tertawan kecuali Soleh. Dia tetap terus berlalu.
Mereka mencapai puncak, menikmati sunrise dan turun gunung menggunakan jalur selatan yakni jalur Selo, Boyolali.
Hingga bawah hanya Mail yang selamat tanpa menginjak kodok ijo.
10 tahun kemudian.....
Tiga bersahabat ini bereuni. Anggotanya bertambah 3 orang karena ketiganya mengajak istri mereka. Jumari dan Mail bersama istrinya yang jelek sedang Soleh dengan istrinya yang cantik jelita.
"Wah kamu kena kutukan kodok ijo IL," kata Jumari.
"Lah, kamu kan tidak menginjak kodok kan? Tapi kok.." jawab Mail.
"Aku juga waktu itu nginjak kodok tapi tak aku ceritakan pada kalian sebelumnya," kata Jumari, "saat keluar dari Kopeng, kejadiannya." kata Jumari.
Usut punya usut mereka tenyata istri Soleh yang cantik juga senang naik gunung saat mudanya.
Dia langsung nyambung dengan obrolah Mail dan Jumari. "Aku juga kena kutukan kodok ijo. Sewaktu mendaki Lawu aku juga nginjak kodok dan sekarang hasilnya..." katanya.
Semua mata mengarah ke Soleh.
*Cerita ini bikinan belaka dan populer di kalangan pendaki gunung di Jawa.
Cinta Modern
Penyatuan dengan kekasihnya adalah segalanya
Matanya tak lagi miliknya
Darah hingga nafasnya buat kekasihnya
Demi kekasihnya dia abaikan kedirian
Tak peduli sekitar
Tak butuh apapun selain kekasihnya
Tak gentar dera siksa
Tak Silau gemerlap surga
Kenikmatan tertinggi baginya adalah kekasihnya
Dalam dirinya hanya ada satu ketakutan
Bukan pada tajamnya pedang
Bukan pula pada lezat markisa
Teror baginya adalah perpisahan dengan kekasihnya
Pecinta dari anak benua punya kisahnya sendiri
Cintanya melampaui batas kecerdasannya
Dia menjadi ‘tolol’
Umum menyebutnya ‘gila’
Bagaimana tidak,
Tiap suara yang keluar dari mulutnya adalah nama kekasihnya
Dia mudah berurai air mata
Hanya karena lalat mendarat di rambut kekasihnya
Izinkan aku mengajukan proposal cintaku
Tak sama dengan cinta mereka
Cintaku cinta modern
Dimana kejujuran dan verifikasi menjadi pilar
Rendah hati fondasi, kesetaraan temboknya,
Payungnya kebersamaan
Kau tahu aku takut mati
Aku ingin menemanimu hingga tua
Aku tahu kamu tahu asalnya
Terinspirasi dari percintaan klasik para sufi. Terima kasih pada Rabi’ah, Al- Hallaj, Nizami, dan Helen.
Inspirasiku
Itu kata buku
Aku tak percaya
Namun tanda-tandanya melekat padaku
Aku bisa bersemangat
Bahkan sangat
Tentu aku akrab
Karena sering dapat
Tahun-tahun lalu ketika saat ini tiba
Aku jadi tak tenang
Berhari mata tak bisa pejam
Fikirku tak lepas dari sumbernya
Sering merangsang gesa
Otakku memburu cara
Ingin segera menuntaskannya
Entah karena kawan
Atau rahasia waktu
Aku tak tahu
Curigaku keduanya bersekutu
Kawanku bilang, “tak baik terlalu berapi, mudah padam atau dipadamkan,”
Aku tak percaya
Tapi selalu terganggu
Bajingannya pengalaman membenarkan
Lebih buruk, fakta menggerogoti keyakinanku
Kau tahu betapa sulitnya menguasai diriku?
Sampai saat inipun aku tak yakin mampu
Aku baru bisa mengenali dan mencoba memanfaatkan dayanya
Aku tak menyalahkanmu karena mengobarkannya
Tak jua memintamu memadamkannya
Aku hanya ingin kau mengenalnya
Selebihnya biarkan menjadi daya luar biasa.
'Beta Mo Tidur Deng Bapa'
Ilustrasi oleh Gery Paulandhika Bagaimana ekspresi politik secara damai didakwa hukuman penjara dan memisahkan anggota keluarga. A WAL JAN...
-
By Mujtaba Hamdi And Imam Shofwan A string of accusations on religious contempt are now being hurled at Dhani Ahmad and his rock band Dewa. ...
-
Oleh Imam Shofwan “Diundur tp bisa jd batal, km lg berjuang,” pesan pendek ini saya terima dari Mikanos, salah seorang pengacara Fabianus Ti...
-
Oleh Mujtaba Hamdi dan Imam Shofwan Berbagai tudingan penghinaan agama menggempur Dhani Ahmad dan Dewa. Dhani tak memungkiri, inspirasi li...