2 August 2008

Badan HAM ASEAN Lemah
Myanmar dan Etnis Rohingya Menjadi Topik
Warga Thailand melihat taman bunga yang didesain menyerupai logo Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-14 di luar hotel tempat konferensi di Cha Am, dekat Hua Hin, Thailand selatan, Jumat ( 27/2).
Sabtu, 28 Februari 2009 | 03:35 WIB
Rakaryan Sukarjaputra

HUA HIN, JUMAT - Rancangan awal kerangka acuan (terms of reference) Badan Hak Asasi Manusia ASEAN dinilai masih terlalu lemah. Indonesia menekankan perlunya keseimbangan antara fungsi promosi dan fungsi perlindungan guna menguatkan fungsi serta tugas badan tersebut.

Hal itu disampaikan Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda di sela-sela pertemuan para menteri luar negeri ASEAN di Hua Hin, Thailand, Jumat (27/2). ”Saya melihat masih terlalu berat pada fungsi promosinya sehingga kita mendorong agar fungsi perlindungannya juga diperkuat,” ungkapnya.

Menurut Hassan, masalah rancangan terms of reference (TOR) Badan HAM ASEAN adalah salah satu masalah yang dibicarakan para menlu ASEAN. Pertemuan tersebut juga banyak membahas masalah Myanmar, pengungsi Rohingya, serta hal-hal yang terkait dengan pertemuan-pertemuan ASEAN dengan mitra-mitra bicaranya.

Menlu mencontohkan, dalam rancangan TOR awal yang disampaikan Panel Tingkat Tinggi (HLP) Badan HAM ASEAN, rumusannya baru sebatas meminta informasi soal kondisi HAM di suatu negara ASEAN. ”Namun, ini kan baru draf awal. Mandat mereka adalah sampai Juli nanti, masih banyak waktu untuk memperbaikinya,” ujar Menlu sambil menyebutkan banyak kemajuan yang dicapai HLP dalam delapan kali pertemuannya sejak tujuh bulan lalu.

Hassan juga mengusulkan pemberian nama ”komisi” ketimbang kata ”badan” HAM yang sangat umum, atau kata ”council” yang sudah banyak dipakai di ASEAN. ”Dari prosesnya sejak tujuh bulan lalu, saya melihat ada kemauan (dari ASEAN) untuk semaksimal mungkin agar mekanisme HAM ASEAN ini betul-betul memadai, berbobot, dan efektif,” paparnya.

Beberapa diplomat ASEAN juga membenarkan masih lemahnya rancangan awal pembentukan Badan HAM ASEAN itu. Dari 11 butir pokok pikiran yang disampaikan HLP, sekitar delapan terkait masalah monitoring, sedangkan tiga lainnya terkait perlindungan.

Oleh karena itu, dalam pertemuan, disampaikan diplomat senior ASEAN, Menlu RI dengan tegas menyampaikan keperluan ASEAN memiliki mekanisme HAM yang kuat sehingga setiap masalah pelanggaran HAM berat bisa diselesaikan melalui mekanisme HAM ASEAN sendiri. Dengan demikian, hal itu akan meminimalkan campur tangan pihak di luar ASEAN.

Soal Myanmar

Menlu menyampaikan, masalah Myanmar banyak dibicarakan; antara lain upaya tindak lanjut bencana Nargis, yang fase rehabilitasi dan konstruksi telah disepakati untuk dilanjutkan hingga Juli 2010.

Dibicarakan juga masalah arus imigran etnis Rohingya, baik dari Banglades maupun Myanmar, dengan melibatkan negara-negara asal dan negara-negara tujuan pada pertemuan Bali Process, 14-15 April di Bali.

Terkait masalah pengungsi Rohingya, Sekjen ASEAN Dr Surin Pitsuwan menyampaikan, para menlu ASEAN menugaskan Sekretariat Jenderal ASEAN untuk membantu mengklarifikasi dan memberikan data statistik mengenai para pengungsi Rohingya tersebut. Data itu diperlukan untuk semakin memudahkan pembahasan pada pertemuan Bali Process mendatang.

”Kita berharap semua dimensi permasalahan pengungsi itu bisa didiskusikan di sana,” tuturnya. Negara-negara di luar ASEAN pun akan dilibatkan karena masalah pengungsi tersebut adalah masalah kemanusiaan.

Sumber : Kompas Cetak
Human rights activists barred from ASEAN meeting

Jim Gomez, Associated Press, Cha-am, Thailand,Sat, 02/28/2009 8:34 PM

Prominent activists from military-ruled Myanmar and Cambodia were barred Saturday from a meeting with Southeast Asian leaders, upstaging the opening of a summit billed as a historic step toward greater human rights in the region.

The two activists were barred from a meeting on human rights in the region, after the leaders of Myanmar and Cambodia threatened to walk out if they attended. The activists had been selected by a regional human rights forum to act as delegates for their respective countries, along with activists from the other eight delegate nations.

Two hours later, Thai Prime Minister Abhisit Vejjajiva officially opened the annual ASEAN summit with an address stressing that "ASEAN will put people first - in its vision, in its policies, and in its action plans."

U.S. Deputy Assistant Secretary of State Scot Marciel called the incident "unfortunate," and human rights advocates said it again proved Myanmar would continue to hamstring the Association of Southeast Asian Nations if it remained a member of the bloc.

The meeting went ahead without the two delegates - Khin Ohnmar, a prominent Myanmar activist awarded Sweden's Anna Lindh human rights prize last year, and Pen Somony from the Cambodia Volunteers for Civil Society.

As reporters swarmed around the ejected activists, organizers pumped loud music through the speakers to force the group outside, then beefed up security, telling the activists they needed permission to hold a news conference.

The incident clearly displeased the host organizers, but Abhisit did not directly address it. He told reporters that ASEAN would "try to ensure that there is civil society participation" in its future work.

"We will take gradual steps and encourage a wider participation," he said.

On Friday, delegates from the 10-member bloc lauded a forthcoming ASEAN human rights body to promote fundamental freedoms as a landmark event in the group's 42-year history. However, critics noted that the body, expected to begin functioning later this year, would lack power to punish violators such as Myanmar with expulsion or sanctions.

"The military regime of Burma (Myanmar) is the one who has been sabotaging ASEAN ever since they joined ASEAN in 1997," said Debbie Stothard with the human rights group ALTSEAN-Burma.

While human rights became the hottest issue during two days of preliminary discussions, the two-day summit was intended to focus on how to overcome the global financial crisis and move forward on economic, political and security integration.

ASEAN was set to endorse an early warning system to defuse regional conflicts that could derail its goal of becoming a European Union-like community by 2015, according to a confidential document obtained by AP. The blueprint for peace in the highly diverse region where conflicts still erupt was to be adopted Sunday.

"More efforts are needed in strengthening the existing modes of pacific settlement of disputes to avoid or settle future disputes," says the final draft of the ASEAN Political-Security Community Blueprint. It outlines a long wish list, ranging from fighting piracy, terrorism and cyber crime to promoting democracy and good governance.

But officials stressed that numerous stumbling blocks remain to true economic, political and security integration.

"The European Union has been and remains our inspiration, not our model. Not yet anyway," ASEAN Secretary-General Surin Pitsuwan said.

He said that for the foreseeable future economic integration was largely about dropping trade barriers and that a common currency was probably "a long, long way off."

Gas Liar Muncul di Ketapang


Tiga semburan gas liar muncul di Ketapang, Tanggulangin, Sidoarjo. Korban Lapindo menyebut semburan gas sebagai buble gas. Buble ini muncul di pinggir dan tengah sungai Ketapang, tak jauh dari RT 08/03 dan di depan rumah Suharjo (39 tahun), warga RT 08.


Sebelumnya, sekira dua bulan, warga RT 09 dan 08 mulai mencium bau gas namun sumber semburan gas ini baru ketahuan setelah warga Ketapang kebanjiran sejak Selasa (24/2) lalu. Banjir yang menggenangi pemukiman warga ini memunculkan gelembung-gelembung gas dipermukaan air.


"Semburan wis ono dua bulan, ono banyu dadi ketok, sudah ada dua bulan, ada air jadi kelihatan," tutur Agus Setiawan (28 tahun), warga RT 03 Ketapang.


Warga menjadikan buble-buble gas ini sebagai mainan. Semburan yang di pinggir kali diberi kaleng roti yang dilubangi dan bisa dinyalakan atasnya. Warga Ketapang berkumpul untuk menyaksikan pertunjukan baru ini. Mereka tak tahu betul bahaya gas-gas liar ini.


Fenomena buble gas ini bukan hal baru di kalangan korban Lapindo. Sebelumnya buble-buble, gas ini juga muncul di desa Siring Barat, Jatirejo Barat, Besuki dan Mindi, Porong. Buble di Jatirejo Barat, menurut catatan Kapanlagi.com dan Tempointeraktif akhir Febuari tahun lalu, menyebabkan beberapa orang yang menghirupnya harus dilarikan ke rumah sakit.


Ketua RT 8 Ahmad Sofa sudah melaporkan kejadian ini kepada Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) dan hari Jumat (27/2) beberapa orang BPLS ditemani sekretaris desa Ketapang mendatangi tempat kejadian. Menurut Suharjo (39 tahun), warga RT 08, setelah menengok lokasi semburan selama setengah jam BPLS menyatakan tempat tersebut masih aman.


Suharjo mendengar informasi tersebut dari obrolan petugas BPLS dengan sekretaris desa. Secara langsung informasi tentang seberapa berbahayanya semburan gas ini terhadap kehidupan warga belum disampaikan pada warga.


Selain semburan gas rumah-rumah di RT 08 juga mengalami retak-retak di rumahnya. Yuwono, warga RT 08, yang rumahnya retak memperkirakan di Ketapang telah terjadi penurunan tanah. (mam)

'Beta Mo Tidur Deng Bapa'

Ilustrasi oleh Gery Paulandhika   Bagaimana ekspresi politik secara damai didakwa hukuman penjara dan memisahkan anggota keluarga. A WAL JAN...