Skip to main content

Gas Liar Muncul di Ketapang


Tiga semburan gas liar muncul di Ketapang, Tanggulangin, Sidoarjo. Korban Lapindo menyebut semburan gas sebagai buble gas. Buble ini muncul di pinggir dan tengah sungai Ketapang, tak jauh dari RT 08/03 dan di depan rumah Suharjo (39 tahun), warga RT 08.


Sebelumnya, sekira dua bulan, warga RT 09 dan 08 mulai mencium bau gas namun sumber semburan gas ini baru ketahuan setelah warga Ketapang kebanjiran sejak Selasa (24/2) lalu. Banjir yang menggenangi pemukiman warga ini memunculkan gelembung-gelembung gas dipermukaan air.


"Semburan wis ono dua bulan, ono banyu dadi ketok, sudah ada dua bulan, ada air jadi kelihatan," tutur Agus Setiawan (28 tahun), warga RT 03 Ketapang.


Warga menjadikan buble-buble gas ini sebagai mainan. Semburan yang di pinggir kali diberi kaleng roti yang dilubangi dan bisa dinyalakan atasnya. Warga Ketapang berkumpul untuk menyaksikan pertunjukan baru ini. Mereka tak tahu betul bahaya gas-gas liar ini.


Fenomena buble gas ini bukan hal baru di kalangan korban Lapindo. Sebelumnya buble-buble, gas ini juga muncul di desa Siring Barat, Jatirejo Barat, Besuki dan Mindi, Porong. Buble di Jatirejo Barat, menurut catatan Kapanlagi.com dan Tempointeraktif akhir Febuari tahun lalu, menyebabkan beberapa orang yang menghirupnya harus dilarikan ke rumah sakit.


Ketua RT 8 Ahmad Sofa sudah melaporkan kejadian ini kepada Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) dan hari Jumat (27/2) beberapa orang BPLS ditemani sekretaris desa Ketapang mendatangi tempat kejadian. Menurut Suharjo (39 tahun), warga RT 08, setelah menengok lokasi semburan selama setengah jam BPLS menyatakan tempat tersebut masih aman.


Suharjo mendengar informasi tersebut dari obrolan petugas BPLS dengan sekretaris desa. Secara langsung informasi tentang seberapa berbahayanya semburan gas ini terhadap kehidupan warga belum disampaikan pada warga.


Selain semburan gas rumah-rumah di RT 08 juga mengalami retak-retak di rumahnya. Yuwono, warga RT 08, yang rumahnya retak memperkirakan di Ketapang telah terjadi penurunan tanah. (mam)

Comments

Popular posts from this blog

Gembrot Informasi*

Oleh: Imam Shofwan Apa Yang Bisa Diharapkan Dari Perusahan Media Ini? Jelang akhir tahun lalu seorang kawan wartawan Tempo TV mengeluh pada saya. Dia dan seorang kolega kerjanya baru saja dimintai foto kopi KTP. Untuk apa? Untuk mendukung pencalonan Faisal Basri jadi Gubernur Jakarta. Ini bukan hal baru di Kelompok Tempo dengan figur utama Goenawan Mohamad dan Fikri Jufri yang behubungan dekat dengan mantan menteri keuangan Sri Mulyani dan mendorong Sri Mulyani untuk jadi kandidat RI 1. Apakah mereka akan memberitakan orang yang didukung dengan kritis? Kabar serupa juga melanda kantor kelompok MNC. Karyawan MNC dibagi surat pernyataan jadi anggota Partai Nasdem. Metro TV jauh sebelumnya digunakan Surya Paloh untuk kampanye politiknya. Media milik ketua umum Golkar Aburizal Bakrie, seperti: Suara Karya, Surabaya Post, TV One, ANTeve, VIVANews memobilisasi semua media yang berafiliasi padanya, untuk mendukung karir politiknya di Golkar dan membersihkan dirinya dari kasus Lapin...

Brigade Dokter Kuba

Oleh Imam Shofwan Dari Kuba mereka memberi cinta dan cara bertahan hidup dalam suasana darurat LOUIS Chaviano baru tiga hari berada di rumahnya, di Ave 38 Y Final, Sanatorio Pabellion, Cienfuegos, Kuba. Chaviano sedang melepas kangen pada istri dan anaknya, Liliana Chaviano setelah selama enam bulan berada di Khasmir, Pakistan, bersama rekan-rekannya. Di sana, mereka membantu korban gempa. Sore itu, di paro akhir Mei 2006, ia hanya duduk-duduk saja menonton acara televisi. Tapi sebuah siaran berita menggugah nuraninya. Lagi-lagi soal gempa, dan kali ini diberitakan melanda Yogyakarta. Indera Chaviano menangkap bagian-bagian mengerikan: ribuan orang meninggal dunia dan puluhan ribu orang lainnya luka-luka. Chaviano merasa dirinya harus segera terbang ke Yogyakarta. Namun dia tidak sampai hati untuk menyampaikan perasaannya itu kepada anggota keluarganya. Dia khawatir merusak suasana kebersamaan mereka. Sampai malam, Chaviano berusaha untuk menutupi kegelisahannya. Seseorang dari Departe...

Dua Anak Serdadu

Oleh Imam Shofwan BEATRIZ Miranda Guterres berwajah oval, dagunya berbelah, bibir tipis, mata sipit dan rambut hitam berombak. Kulitnya halus sawo matang dan tubuhnya ramping. Namun karunia ini jadi malapetaka baginya. Para serdadu Indonesia, yang bertugas di kampungnya, Lalerek Mutin di Viqueque, tergiur dengan kecantikannya. Miranda dipaksa jadi gundik, berpindah dari satu tentara ke tentara lain. Para tentara itu sudah pulang ke Pulau Jawa, namun Miranda tak lupa wajah laki-laki yang pernah menyenggamainya. Dari hubungan “kawin paksa” dengan tiga serdadu, Miranda menanggung dua orang anak, yang hingga kini diasuhnya. “Yang pertama sudah kelas satu SMP (Sekolah Menengah Pertama),” tutur Miranda pada saya. Saya menemui Miranda pada 22 Mei 2007 lalu di Lalerek Mutin. Anak-anak tanpa baju bermain di depan rumah-rumah kumuh dan kecil. Rumah-rumah itu beratap daun aren, atau uma tali, atau “rumah daun aren” dalam bahasa Tetun. Uma-uma tali itu berlantai tanah. Tidak ada listrik. Babi-bab...