Oleh Imam Shofwan P emberlakuan syariat Islam di Aceh, yang hanya soal perempuan tanpa jilbab atau muda-mudi berduaan, bikin feminis Jakarta waswas. Namun perempuan Aceh memilih bicara soal nasionalisme Aceh, harapannya Aceh bisa mengatur diri sendiri, urusan perempuan belakangan. “Dulu rakyat Aceh takut pada aparat TNI, sekarang mereka takut pada wilayatul hisbah (polisi syariat),” tutur Ratna Batara Munti dari Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK). Pasalnya, sejak adanya Qanun No. 10 tahun 2002 tentang peradilan syariat Islam, secara resmi rakyat Aceh mulai menggunakan syariat Islam. Pengadilan Agama (Islam), di Aceh dikembangkan jadi Mahkamah Syar’iyah, dengan perluasan kewenangan di bidang perdata dan tambahan kewenangan di bidang pidana. Tambahan perdata meliputi sengketa permodalan, bagi hasil pertanian, kuasa, perkongsian, pinjam-meminjam, penyitaan harta, gadai, pembukaan lahan, tambang, barang temuan, perbankan, sewa-menyewa, asur...