2 October 2005

Mesra dengan Tuhan Itu Privasi

Oleh Imam Shofwan

Anggur merah, yang sering memabukkan diri
Kuanggap belum seberapa dahsyatnya…



Bait lagu karya Meggy Z ini dinyanyikan salah satu peserta Akademi Fantasi Indonesia (AFI). Trie Utami Sari yang sejak awal acara duduk manis di bangku juri langsung berdiri, bergoyang bersama bersama dua orang juri lainnya.

“Ade…Ade…Ade…,” riuh yel-yel dan tepuk tangan penontong mengiringi berakhirnya lagu. Giliran Iie –sapaan akrab Trie Utami— memberikan komentar, “penampilan kamu malam ini bagus.”

“Boleh diulang refrein lagu tadi,” lanjut ‘si bola bekel’. Sejenak Adi mengambil nafas. Lalu, “teganya teganya teganya teganya teganya… oh pada diriku….”

Iie pun tersenyum.

Sudah sejak setahun lalu Iie menjadi juri AFI. Wajahnya yang selalu terbalut tutup kepala khas dapat disaksikan seminggu sekali di layar Indosiar, sebuah stasiun televisi swasta nasional. Namun malam itu dia tidak mengenakan tutup kepala seperti biasanya. “Saya tidak lagi mengenakan ‘topi’, ujar adik musisi Purwacaraka saat ngobrol dengan saya usai acara pencarian bakat tersebut.

Penyanyi yang juga hobi melukis ini terlihat tanpa tutup kepala di hadapan publik untuk pertama kalinya di saat peluncuran album Kedamaian di Hard Rock CafĂ©, Jakarta, akhir April lalu. Sebuah harian nasional menulis, saat itu Iie mengenakan wig coklat gelap dan mengenakan busana dan aksesori serba biru. “Saya merasa terlahir kembali,” begitu jawaban penyanyi berbadan mungil ini saat ditanya tentang penampilan barunya.

Teman curhat Iie sewaktu ingin melepas Jilbab adalah Nana, sahabat Iie sejak Sekolah Menengah Pertama. Nana sekarang dengan setia selalu menemani Iie sebagai asisten pribadi.

Ketika itu, Maret 2005m Iie meminta tanggapan Nana, “Gua mau buka ‘topi’ nih,” Iie menanti jawaban daro karibnya. Dan Nana, setelah berfikir sejenak, balik bertanya, “Lu nggak takut sama publik?”

Jawaban spontan Nana tersebut ternyata dianggap sebagai gamparan telak bagi Iie. “Jangan-jangan gue make ‘topi’ gara-gara publik,” batin Iie ketika itu.

Ia mencoba flashback ke tahun 1999, ketika dia pertama kali memutuskan mengenakan ‘topi’ itu –yang kemudian oleh pedagang busana muslim di Pasar Tanah Abang dianggap sebagai jilbab gaya Trie Utami, yang merupakan varian dari dua gaya jilbab lain: gaya Marisa Haque dan gaya Ineke Koesherawati. Keduanya adalah pemain sinetron.

“Pake ‘topi’ adalah big deal dalam hidup saya,” kenang putri bungsu pasangan H Soejono Atmotenoyo dan Hj Soejarni Oesoep ini.

Masih segar dalam ingatan Iie saat menunaikan ibadah haji bersama suami tercintanya, Andi Analta Amier. Setahun setelah haji, Iie ingin belajar memanjangkan pakaian, dan diapun menutup kepalanya. “Saya merasa belum memakai jilbab, saya baru belajar memanjangkan pakaian,” tutur perempuan kelahiran Bandung, 8 Januari 1968 ini.

Hal demikian itu berjalan biasa saja, selama tahun-tahun awal dia mengenakan pakaian panjang. Tapi lama kelamaan Iie merasakan sesuatu yang lain dalam dirinya. Dia merasakan underestimate, dia merasa lebih baik dan lebih benar dari orang lain. Perasaan itu dianggap wajar pada awalnya tapi semakin hari mengganggu perasaannya.

Sampai suatu ketika, keluhan hatinya diungkapkan pada Nana. Dan dari jawaban Nana Iie menemukan ketidaktulusan niatnya. Ia merasa motivasi memakai pakaian panjang dan ber’topi’ itu karena publik dan untuk menjaga imej. “Itu kan gila. Gua sendiri kan yang nanggung dosanya,” papar Iie. Setelah obrolan dengan Nana Iie lantas lepas “topi”.

Beragam tanggapan tentang penampilan baru Iie ini bermunculan, baik dari keluarga, teman, atau masyarakat. Dan Iie sepenuhnya sadar dengan reaksi pro-kontra dengan penampilan barunya. “Saya tidak peduli apa kata orang, saya memahami alasan mereka,” tutur Iie.

Ada yang melegakan Iie dengan keputusannya ini saat Iie berjumpa dengan Gus Sholah (sapaan akrab Sholahuddin Wahid) di sebuah acara di TVRI, Mei lalu. Usai acara, Iie ngobrol dengan adik mantan presiden RI Abdurrahman Wahid ini.

“Gus, saya telah buka ‘topi’,” Iie membuka percakapan.

“Terserah, kalau kamu merasa nyaman dengan penampilan begitu, ya silahkan,” tanggap Gus Sholah, “Jangankan kamu, istri saya saja kalau mau buka jilbab tidak akan saya larang. Di mata Tuhan, manusia dilihat dari kadar ketaqwaannya bukan jilbabnya.”

Usai obrolan, Iie merenungkan kata-kata Gus Sholah, “Menurut saya, jawaban Gus Sholah menarik, dan membuat orang berfikir,” ujar Iie. “Jadi agama tidak hanya salah dan benar saja.”

Namun tidak semua orang berpendapat seperti Gus Sholah. Banyak orang menganggap Iie tidak konsisten memakai jilbab. Menurut mereka, alasan Iie membuka jilbab karena perceraian dengan Andi Analta Amir. Iie pun tidak sepenuhnya menolak pendapat ini, dengan jujur ia mengatakan kalau motivasinya belajar memanjangkan pakaian adalah untuk suaminya tercinta.

Namun Iie menolak anggapan kalau dia melepaskan ‘topi’ gara-gara perceraiannya. “Kebetulan waktunya hampir beiringan,” tutur mantan vokalis Krakatau ini.

Iie lepas topi pada akhir Maret, sementara perceraiannya berlangsung pada Januari. Di hadapan para wartawan dan pekerja infotainment, di sebuah kafe do kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Trie Utami dan Andi Analta Amier mengumumkan perceraian atas perkawianan yang mereka jalani lebih dari sepuluh tahun.

Sebuah harian di Jakarta menyebutkan penyebab bubarnya perkawinan mereka lantaran poligami. Beberapa bulan sebelumnya Andi telah menikah lagi dengan seorang perempuan bernama Aisyah, tanpa meminta izin dulu dengan Iie. “Menjelang tahun baru, saya baru dikasih tahu A’la (sebutan Iie untuk mantan suaminya),” kenang Iie.

Iie sepenuhnya memahami perkawinan Andi tersebut terjadi karena dia tidak mampu memberikan keturunan bagi suaminya. Bahkan, seniman multibakat ini sendiri pernah mengusulkan hal itu pada sang suami. Mengenai izin, Iie menganggap hal itu dilakukan Andi karena tidak ingin menyakiti hatinya.

Ada perbedaan pendapat antara keduanya dalam memandang poligami. Menurut Andi, penerimaan poligami adalah bukti kekuatan iman seseorang, “untuk menerima poligami memang dibutuhkan kekuatan iman yang full dari seseorang, dan ternyata saya belum bisa menguatkan iman istri saya,” kata Andi.

Berbeda dengan Andi, Iie sebagai sebagai muslimah menyadari ada ayat yang membolehkan poligami. Iie mengakui dan meyakininya. Namun menurut Iie, ayat tersebut harus dipahami secara keseluruhan. Bahwa ada persyaratan ketat ketika seorang hendak berpoligami, yaitu adil dalam semua hal. Sikap adil ini menurut Iie sangat berat. Bahkan mustahil untuk bisa dilakukan orang sekarang.

Dalam poligami Iie juga merujuk pada praktik yang pernah dilakukan Rasulullah: Pertama, Rasulullah berpoligami setelah berusia lebih dari 40 tahun, di mana manusia secara emosional sudah mapan. Kedua, motivasinya untuk menyelamatkan, dan yang ketiga, Rasulullah tidak melihat penampilan.

“Rasulullah melakukan poligami karena memang bisa berbuat adil dalam hal apapun. Dan dilakukan pada usia empat puluh tahun dan untuk menyelamatkan para janda tua,” tutur artis yang menyukai kesunyian ini.

Karena tidak ingin membuat suaminya merasa berat dengan syarat tersebut, dengan kebesaran hati Iie meminta cerai pada Andi.

Di mata Iie, kebanyakan praktik poligami sekarang lebih karena nafsu daripada motivasi keagamaan seperti yang dilakukan Rasulullah. “Kebanyakan orang menggunakan alasan agama untuk menyalurkan nafsunya,” tutur pelantun lagu Mungkinkah Terjadi ini.

Keretakan rumah tangga tak membuat Iie larut dengan kesedihan. Justru Iie merasa lebih punya banyak kesempatan untuk terlibat dalam aksi-aksi kemanusiaan. Setidaknya, selama bulan Januari 2005, tiga kegiatan amal untuk korban tsunami Aceh diikutinya.

Bersama Franky Sahilatua, WS Rendra, Jokey S Prayogo dan seniman-seniman ibukota, tanggal 8 Januari Iie menggelar acara “Panggung Kepekaan Seniman,” untuk mengumpulkan dana untuk korban Tsunami. Acara tersebut di gelar di Galeri Nasional Jakarta dan diulang, dengan perubahan tajuk: Satu Duka Satu Bangsa, di Taman Budaya Yogyakarta.

Selain melaui konser Iie juga merilis album untuk menggalang dana buat para korban. Album ini diisi oleh 50 vokalis dari 3 generasi. Judulnya Kita Untuk Mereka yang diambil dari judul lagu karangan Glen Fredly yang dilantunkannya.

“Kegiatan itu adalah sebuah kerja kongkrit. Nggak Cuma ngomong aja,” tutur Iie. Iie tidak menceritakan lebih detil tentang kegiatan sosialnya ini. “Saya tidak akan pernah mau menceritakan kegiatan sosial saya, selama dua puluh tahun saya berkarier tidak pernah saya membuka itu,” tutur Iie.

Baginya, kegiatan-kegiatan tersebut adalah urusan dia dengan Tuhannya. “Privasi itu, bagi saya, bukan hanya urusan rumah tangga, tapi yang lebih privasi lagi yaitu hubungan saya dengan Tuhan saya.”

Begitulah Iie. Dia menganggap hubungan mesra dengan Tuhan tak perlu diketahui orang lain. Dia hanya ingin ikhlas, Iie ingin semuanya dilakukan bukan karena imej ataupun karena publik. “Saya nggak mau fardlu publik ta’ala dan fardlu imej ta’ala.”

'Beta Mo Tidur Deng Bapa'

Ilustrasi oleh Gery Paulandhika   Bagaimana ekspresi politik secara damai didakwa hukuman penjara dan memisahkan anggota keluarga. A WAL JAN...