Skip to main content

Entah Sampai Kapan?

Zoe Gray, Winarko dan Malavika Vartak (foto: Mujtaba Hamdi)

Oleh: Imam shofwan

Pagi tadi dua orang dari Cohre datang ke Posko; Malavika Vartak dan Zoe Gray. Cohre atau Centre on Housing Right and Evictions adalah organisasi nirlaba didirikan di Belanda namun dikendalikan dari kantor pusatnya
di Genewa, Switzerland. Sesuai namanya mereka mengkampanyekan kepemilikan rumah dan pencegahan pengusiran orang dari tempat tinggal mereka. Salah satu kegiatan berskala internasional mereka adalah Housing Right Award, meliputi 3 kategori: violator Award, protector Award, dan defender award.

Mereka berkunjung ke Posko kami karena mendapatkan rekomendasi dari beberapa organisasi non pemerintah, sejak Juni lalu, untuk menominasikan Lapindo sebagai penerima salah satu kategori award tersebut, yakni: Violator alias penjahat.

"Pengumumannya akan dirilis akhir tahun ini," jelas Zoe pada saya.

Mereka mengunjungi korban Lapindo untuk menindaklanjuti rekomendasi tersebut.

Beberapa kawan posko mendampingi mereka mengunjungi pengungsi di pasar baru Porong. Ada 2 wartawan australia dan 2 pendamping mereka yang ikut rombongan ini.

Para pengungsi sekitar 575 keluarga ini adalah bekas warga Renokenongo yang rumahnya dibanjiri lumpur Lapindo menyusul lekadakan pipa gas Lapindo 22 November 2006.

"anak di pengungsian di pasar baru Porong" (Foto: Mujtaba Hamdi)

5 jam kami di sana membicarakan beberapa hal seputar keseharian para korban. Mulai dari bagaimana awal rumah terkena lumpur dua tahun lalu hingga kehidupan berkomunitas mereka sekarang ini.

Awalnya kami ketemu Pak Pitanto, ketua DPD Renokenongo yang kini juga menjadi tokoh yang mempersatukan warga Renokenongo di Pasar Porong.

Pitanto menceritakan betapa sulitnya mengawasi anaknya untuk belajar. “Kalau di rumah dulu masih bisa mengawasi jam berapa mereka harus main, jam berapa mereka harus belajar. Tapi di sini semuanya tak bisa dijalankan,” tutur Pitanto.

pengungsi pasar baru Porong yang dihentikan jatah makannya bulan Mei 2008 (foto: Mujtaba Hamdi)


Malavika menanyakan apa saja fasilitas yang ada di pasar ini ada berapa toilet dan seterusnya. Masih ada listrik , tapi air sudah di putus. Dari 500 lebih keluarga mereka hanya punya 9 toilet.

Ini adalah kelompok yang punya tuntutan tertinggi diantara kelompok korban lapindo lainnya; Mereka menolak cash and carry dan cash and resettlement dengan pola cara lapindo yang bayarnya dicicil. Permintaan mereka sederhana: mereka ingin mereka di bayar lunas. Kalaupun dipindah mereka ingin dipindahkan kumpul dengan tetangga mereka.

Hingga saat ini warga pengungsi di Pasar Porong belum mendapatkan uang dari Lapindo sepeserpun. Mereka hanya mendapatkan jatah makan sekali 5000 rupiah sekali makan tiap orang. Itupun sudah dihentikan bulan Mei lalu.

Untuk mendidik anak-anak, ibu-ibu pengungsi mendirikan sebuah taman kanak-kanak sederhana. Saat ini, tak ada NGO internasional, yang membantu dan mendampingi para korban ini dan mereka berjuang sendiri. Pitoko bilang udah berusaha, mulai meminta tolong camat hingga menemui presiden. Setelah dua tahun bertahan dan pasokan makanan dihentikan, mereka tidak tahu kuat bertahan sampai kapan?

Catatan 19 Agustus 2008.

Tentang Pengungsi Pasar Porong:

*Listrik Putus di Pengungsian Pasar Porong

*Pengungsi Positif Demam Berdarah

*Pernikahan Mewah Adinda Bakrie & Bencana Kelaparan Korban Lapindo

Comments

Popular posts from this blog

Gembrot Informasi*

Oleh: Imam Shofwan Apa Yang Bisa Diharapkan Dari Perusahan Media Ini? Jelang akhir tahun lalu seorang kawan wartawan Tempo TV mengeluh pada saya. Dia dan seorang kolega kerjanya baru saja dimintai foto kopi KTP. Untuk apa? Untuk mendukung pencalonan Faisal Basri jadi Gubernur Jakarta. Ini bukan hal baru di Kelompok Tempo dengan figur utama Goenawan Mohamad dan Fikri Jufri yang behubungan dekat dengan mantan menteri keuangan Sri Mulyani dan mendorong Sri Mulyani untuk jadi kandidat RI 1. Apakah mereka akan memberitakan orang yang didukung dengan kritis? Kabar serupa juga melanda kantor kelompok MNC. Karyawan MNC dibagi surat pernyataan jadi anggota Partai Nasdem. Metro TV jauh sebelumnya digunakan Surya Paloh untuk kampanye politiknya. Media milik ketua umum Golkar Aburizal Bakrie, seperti: Suara Karya, Surabaya Post, TV One, ANTeve, VIVANews memobilisasi semua media yang berafiliasi padanya, untuk mendukung karir politiknya di Golkar dan membersihkan dirinya dari kasus Lapin...

Kalau Diungkap, Kami akan Dihukum Berat

Oleh Imam Shofwan “Diundur tp bisa jd batal, km lg berjuang,” pesan pendek ini saya terima dari Mikanos, salah seorang pengacara Fabianus Tibo, pada, 12 Agustus. Hari eksekusi mati Fabianus Tibo, Dominggus da Silva dan Marinus Riwu. Mikanos biasa menemani para wartawan yang hendak bertemu dengan Tibo. Saya mengenalnya lima bulan lalu saat Majalah Playboy mengutus saya untuk mewawancarai Fabianus Tibo di Palu. Mikanos sangat membantu selama saya di Palu. Untuk dapat mewawancarai Fabianus Tibo dengan leluasa, dia mengusulkan agar saya mengurus izin di Kantor Wilayah Kehakiman Sulawesi Tengah. Seharian saya bolak-balik dari Kantor Wilayah Kehakiman-Kejaksaan Tinggi-Pengadilan Negari untuk mendapatkan izin tersebut, namun saya tidak dapat mendapat. Mikanos kemudian mengusulkan agar saya ikut rombongan Pastur saat kebaktian. Cara ini cukup jitu, atas nama jemaah yang akan kebaktian saya masuk ke Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Palu tanpa halangan berarti. Pagar dari anyaman kawat setinggi...

Ada al-Hallaj di Balik Dhani Ahmad

Oleh Mujtaba Hamdi dan Imam Shofwan Berbagai tudingan penghinaan agama menggempur Dhani Ahmad dan Dewa. Dhani tak memungkiri, inspirasi lirik-liriknya bermula dari wacana agama. Dhani bahkan menyukai tokoh-tokoh sufi kontroversial. HARI masih pagi. Cuaca belum begitu panas. Tapi kabar panas sudah muncul di acara infotainment televisi swasta itu. Kamera menyorot tajam segurat wajah yang berucap dengan tegas, “Beberapa lirik dan gambar yang dipakai Dewa dalam kasetnya diambil dari syair aliran sesat di Timur Tengah.” Di layar, tampak subtitle Pertahanan Ideologi Syariat Islam (Perisai). Sepertinya tidak main-main. Ridwan Saidi, sosok yang mewakili kelompok bernama Perisai tersebut, hari itu tengah melaporkan grup band Dewa ke Kejaksaan Agung. Ridwan seorang budayawan dan tokoh Betawi. Ridwan juga suka politik. Di masa Orde Baru, Ridwan sempat menclok di Partai Persatuan Pembangunan (PPP), lalu pindah ke Golongan Karya (Golkar), kemudian mendirikan Masyumi Baru. Di Era Reformasi, sa...