Skip to main content

End the violence against journalists In Papua


A statement issued by Pantau Foundation and Southeast Asian Press Alliance (SEAPA)

Jakarta (23 October 2012):- Police today attacked a journalist covering a rally organised by the West Papua National Committee (KNPB) in Manokwari in West Papua. Oktovianus Pogau, a reporter with Suara Papua and a contributor to the Yayasan Pantau, was beaten by five policemen while trying to take pictures of police use of excessive violence against the KNPB demonstrators in front of the State University of Papua, Manokwari. Pogau had displayed his press card, but some police did not stop the beating. He sustained injuries to his face.

The security forces had attempted to stop the rally but the KNPB activists went on with the demonstrations.

In Jayapura, police dispersed thousands of demonstrators using the water cannon and tear gas. In Manokwari, five people were reportedly shot but it is still not clear their conditions.

SEAPA's executive director Gayathry Venkiteswaran said: "We deplore the aggression used against the demonstrators and especially journalists, who are on duty. Papua has been a particularly difficult and dangerous place for the media and  such kinds of abuse will further deny the rights of the people to news and information."

She said SEAPA raised concerns about the violence against journalists in Papua and the restrictions placed on foreign journalists in its submission to the Human Rights Council on the occasion of Indonesia's Universal Periodic Review.

"The threats of impunity, of not bringing perpetrators of violence against media personnel to justice, is  problem that has pushed backs Indonesia's gains in media freedom in the last decade or so," she added.

In 2011, two journalists were killed in Papua, eight were kidnapped and 18 attacked. Foreign journalists are required to apply for special permits to enter and cover stories in Papua since Indonesia took over the administration of West Papua in 1963. Only three news organizations, including BBC, obtained the permits last year.

Pantau Foundation and the Southeast Asian Press Alliance condemn the attacks against the media, especially in Papua where activists, human rights defenders and journalists are frequently targeted for their work. Since October, two veteran human rights defenders, respectively from Wamena and Jayapura, have moved out of Papua due to serious threats against them.

We call on the police to:

1. Respect the rights of citizens to freedom of expression;
2. Ensure the safety of Oktovianus Pugao;
3. Stop all forms of violence against journalists;
4. Arrest and prosecute the perpetrators of violence.

We also call on the Indonesian government to:

1. Open up Papua to international journalists and human rights monitors; and
2. Guarantee the rights of all journalists working in West Papua  to ensure they can work free of violence, hindrance or intimidation from any members of the security forces

For Pantau Foundation: Imam Shofwan, Chairman
For SEAPA: Gayathry Venkiteswaran, Executive Director 

Comments

Popular posts from this blog

Gembrot Informasi*

Oleh: Imam Shofwan Apa Yang Bisa Diharapkan Dari Perusahan Media Ini? Jelang akhir tahun lalu seorang kawan wartawan Tempo TV mengeluh pada saya. Dia dan seorang kolega kerjanya baru saja dimintai foto kopi KTP. Untuk apa? Untuk mendukung pencalonan Faisal Basri jadi Gubernur Jakarta. Ini bukan hal baru di Kelompok Tempo dengan figur utama Goenawan Mohamad dan Fikri Jufri yang behubungan dekat dengan mantan menteri keuangan Sri Mulyani dan mendorong Sri Mulyani untuk jadi kandidat RI 1. Apakah mereka akan memberitakan orang yang didukung dengan kritis? Kabar serupa juga melanda kantor kelompok MNC. Karyawan MNC dibagi surat pernyataan jadi anggota Partai Nasdem. Metro TV jauh sebelumnya digunakan Surya Paloh untuk kampanye politiknya. Media milik ketua umum Golkar Aburizal Bakrie, seperti: Suara Karya, Surabaya Post, TV One, ANTeve, VIVANews memobilisasi semua media yang berafiliasi padanya, untuk mendukung karir politiknya di Golkar dan membersihkan dirinya dari kasus Lapin...

Brigade Dokter Kuba

Oleh Imam Shofwan Dari Kuba mereka memberi cinta dan cara bertahan hidup dalam suasana darurat LOUIS Chaviano baru tiga hari berada di rumahnya, di Ave 38 Y Final, Sanatorio Pabellion, Cienfuegos, Kuba. Chaviano sedang melepas kangen pada istri dan anaknya, Liliana Chaviano setelah selama enam bulan berada di Khasmir, Pakistan, bersama rekan-rekannya. Di sana, mereka membantu korban gempa. Sore itu, di paro akhir Mei 2006, ia hanya duduk-duduk saja menonton acara televisi. Tapi sebuah siaran berita menggugah nuraninya. Lagi-lagi soal gempa, dan kali ini diberitakan melanda Yogyakarta. Indera Chaviano menangkap bagian-bagian mengerikan: ribuan orang meninggal dunia dan puluhan ribu orang lainnya luka-luka. Chaviano merasa dirinya harus segera terbang ke Yogyakarta. Namun dia tidak sampai hati untuk menyampaikan perasaannya itu kepada anggota keluarganya. Dia khawatir merusak suasana kebersamaan mereka. Sampai malam, Chaviano berusaha untuk menutupi kegelisahannya. Seseorang dari Departe...

Kalau Diungkap, Kami akan Dihukum Berat

Oleh Imam Shofwan “Diundur tp bisa jd batal, km lg berjuang,” pesan pendek ini saya terima dari Mikanos, salah seorang pengacara Fabianus Tibo, pada, 12 Agustus. Hari eksekusi mati Fabianus Tibo, Dominggus da Silva dan Marinus Riwu. Mikanos biasa menemani para wartawan yang hendak bertemu dengan Tibo. Saya mengenalnya lima bulan lalu saat Majalah Playboy mengutus saya untuk mewawancarai Fabianus Tibo di Palu. Mikanos sangat membantu selama saya di Palu. Untuk dapat mewawancarai Fabianus Tibo dengan leluasa, dia mengusulkan agar saya mengurus izin di Kantor Wilayah Kehakiman Sulawesi Tengah. Seharian saya bolak-balik dari Kantor Wilayah Kehakiman-Kejaksaan Tinggi-Pengadilan Negari untuk mendapatkan izin tersebut, namun saya tidak dapat mendapat. Mikanos kemudian mengusulkan agar saya ikut rombongan Pastur saat kebaktian. Cara ini cukup jitu, atas nama jemaah yang akan kebaktian saya masuk ke Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Palu tanpa halangan berarti. Pagar dari anyaman kawat setinggi...