Skip to main content

Tanggapan: Sutardji, Bakrie Award, dan Lapindo

Seminggu ini saya meliput lumpur Lapindo untuk situs korbanlumpur.info, korbanlapindo.net dan blog pribadi saya dan ngomong sama banyak korban yang bulan ini habis kontrak rumahnya. Mereka dipaksa menjual tanah, rumah, dan sawahnya karena kebocoran pengeboran yang dilakukan oleh Lapindo Brantas dua tahun lalu.

Hanya tanah yang dibeli (dengan harga 1,5 juta untuk rumah, satu juta untuk pekarangan, dan seratus dua puluh ribu untuk persawahan) Lapindo tapi harga kemanusiaan dari korban yang dicerabut dari kehidupannya dan dipaksa memulai kehidupan baru dari titik nol tak dihitung sama sekali.

Sebelum sampai di Porong saya fikir kasus Lapindo ini sudah kelar dan masyarakat sudah mendapat ganti rugi yang layak dari Lapindo. Ternyata dari harga di atas baru dibayar 20% dan masyarakat sekarang menunggu 80%nya dengan resah. Kebutuhan mereka meningkat karena liburan sekolah dan menjelang bulan puasa.

Pagi ini saya mengunjungi pengungsi di pasar Baru Porong. Mereka, sekitar 575 keluarga, adalah warga Reno Kenongo yang terendam lumpur belakangan setelah ledakan pipa gas pada bulan 22 November 2006 yang menewaskan 13 warganya. Mereka belum mendapatkan sedikitpun ganti rugi dari Lapindo. Lapindo hanya memberikan jatah makan pada mereka tiap orang 8000 tiap hari. Inipun dihentikan pada bulan Mei lalu.

Tahun lalu saya kecewa sekali dengan Arif Budiman yang menerima penghargaan Ahmad Bakrie Award sebelum kasus itu tuntas dan dan lagi hangat-hangatnya. Dan saya bangga dengan Romo Franz Magnis-Suseno yang berani berkata tidak untuk penghargaan ini. Sekedar memperingatkan Lapindo supaya segera menuntaskan urusan dengan korban-korbannya.

Tahun ini saya harus kecewa lagi karena Sutardji Calzoem Bachri mau menerima penghargaan Ahmad Bakrie award. Terlepas dari kualitas kepenyairan Sutardji, secara pribadi saya menjadi kurang hormat dengan beliau.

Saya mungkin tak begitu kecewa kalau saja tidak tahu Lapindo masih berhutang pada para korbannya.


Tema serupa:
Sutardji, Bakrie Award, dan Lapindo

Comments

Popular posts from this blog

Gembrot Informasi*

Oleh: Imam Shofwan Apa Yang Bisa Diharapkan Dari Perusahan Media Ini? Jelang akhir tahun lalu seorang kawan wartawan Tempo TV mengeluh pada saya. Dia dan seorang kolega kerjanya baru saja dimintai foto kopi KTP. Untuk apa? Untuk mendukung pencalonan Faisal Basri jadi Gubernur Jakarta. Ini bukan hal baru di Kelompok Tempo dengan figur utama Goenawan Mohamad dan Fikri Jufri yang behubungan dekat dengan mantan menteri keuangan Sri Mulyani dan mendorong Sri Mulyani untuk jadi kandidat RI 1. Apakah mereka akan memberitakan orang yang didukung dengan kritis? Kabar serupa juga melanda kantor kelompok MNC. Karyawan MNC dibagi surat pernyataan jadi anggota Partai Nasdem. Metro TV jauh sebelumnya digunakan Surya Paloh untuk kampanye politiknya. Media milik ketua umum Golkar Aburizal Bakrie, seperti: Suara Karya, Surabaya Post, TV One, ANTeve, VIVANews memobilisasi semua media yang berafiliasi padanya, untuk mendukung karir politiknya di Golkar dan membersihkan dirinya dari kasus Lapin...

Brigade Dokter Kuba

Oleh Imam Shofwan Dari Kuba mereka memberi cinta dan cara bertahan hidup dalam suasana darurat LOUIS Chaviano baru tiga hari berada di rumahnya, di Ave 38 Y Final, Sanatorio Pabellion, Cienfuegos, Kuba. Chaviano sedang melepas kangen pada istri dan anaknya, Liliana Chaviano setelah selama enam bulan berada di Khasmir, Pakistan, bersama rekan-rekannya. Di sana, mereka membantu korban gempa. Sore itu, di paro akhir Mei 2006, ia hanya duduk-duduk saja menonton acara televisi. Tapi sebuah siaran berita menggugah nuraninya. Lagi-lagi soal gempa, dan kali ini diberitakan melanda Yogyakarta. Indera Chaviano menangkap bagian-bagian mengerikan: ribuan orang meninggal dunia dan puluhan ribu orang lainnya luka-luka. Chaviano merasa dirinya harus segera terbang ke Yogyakarta. Namun dia tidak sampai hati untuk menyampaikan perasaannya itu kepada anggota keluarganya. Dia khawatir merusak suasana kebersamaan mereka. Sampai malam, Chaviano berusaha untuk menutupi kegelisahannya. Seseorang dari Departe...

Ada al-Hallaj di Balik Dhani Ahmad

Oleh Mujtaba Hamdi dan Imam Shofwan Berbagai tudingan penghinaan agama menggempur Dhani Ahmad dan Dewa. Dhani tak memungkiri, inspirasi lirik-liriknya bermula dari wacana agama. Dhani bahkan menyukai tokoh-tokoh sufi kontroversial. HARI masih pagi. Cuaca belum begitu panas. Tapi kabar panas sudah muncul di acara infotainment televisi swasta itu. Kamera menyorot tajam segurat wajah yang berucap dengan tegas, “Beberapa lirik dan gambar yang dipakai Dewa dalam kasetnya diambil dari syair aliran sesat di Timur Tengah.” Di layar, tampak subtitle Pertahanan Ideologi Syariat Islam (Perisai). Sepertinya tidak main-main. Ridwan Saidi, sosok yang mewakili kelompok bernama Perisai tersebut, hari itu tengah melaporkan grup band Dewa ke Kejaksaan Agung. Ridwan seorang budayawan dan tokoh Betawi. Ridwan juga suka politik. Di masa Orde Baru, Ridwan sempat menclok di Partai Persatuan Pembangunan (PPP), lalu pindah ke Golongan Karya (Golkar), kemudian mendirikan Masyumi Baru. Di Era Reformasi, sa...