18 August 2008

Tanggapan: Sutardji, Bakrie Award, dan Lapindo

Seminggu ini saya meliput lumpur Lapindo untuk situs korbanlumpur.info, korbanlapindo.net dan blog pribadi saya dan ngomong sama banyak korban yang bulan ini habis kontrak rumahnya. Mereka dipaksa menjual tanah, rumah, dan sawahnya karena kebocoran pengeboran yang dilakukan oleh Lapindo Brantas dua tahun lalu.

Hanya tanah yang dibeli (dengan harga 1,5 juta untuk rumah, satu juta untuk pekarangan, dan seratus dua puluh ribu untuk persawahan) Lapindo tapi harga kemanusiaan dari korban yang dicerabut dari kehidupannya dan dipaksa memulai kehidupan baru dari titik nol tak dihitung sama sekali.

Sebelum sampai di Porong saya fikir kasus Lapindo ini sudah kelar dan masyarakat sudah mendapat ganti rugi yang layak dari Lapindo. Ternyata dari harga di atas baru dibayar 20% dan masyarakat sekarang menunggu 80%nya dengan resah. Kebutuhan mereka meningkat karena liburan sekolah dan menjelang bulan puasa.

Pagi ini saya mengunjungi pengungsi di pasar Baru Porong. Mereka, sekitar 575 keluarga, adalah warga Reno Kenongo yang terendam lumpur belakangan setelah ledakan pipa gas pada bulan 22 November 2006 yang menewaskan 13 warganya. Mereka belum mendapatkan sedikitpun ganti rugi dari Lapindo. Lapindo hanya memberikan jatah makan pada mereka tiap orang 8000 tiap hari. Inipun dihentikan pada bulan Mei lalu.

Tahun lalu saya kecewa sekali dengan Arif Budiman yang menerima penghargaan Ahmad Bakrie Award sebelum kasus itu tuntas dan dan lagi hangat-hangatnya. Dan saya bangga dengan Romo Franz Magnis-Suseno yang berani berkata tidak untuk penghargaan ini. Sekedar memperingatkan Lapindo supaya segera menuntaskan urusan dengan korban-korbannya.

Tahun ini saya harus kecewa lagi karena Sutardji Calzoem Bachri mau menerima penghargaan Ahmad Bakrie award. Terlepas dari kualitas kepenyairan Sutardji, secara pribadi saya menjadi kurang hormat dengan beliau.

Saya mungkin tak begitu kecewa kalau saja tidak tahu Lapindo masih berhutang pada para korbannya.


Tema serupa:
Sutardji, Bakrie Award, dan Lapindo

No comments:

'Beta Mo Tidur Deng Bapa'

Ilustrasi oleh Gery Paulandhika   Bagaimana ekspresi politik secara damai didakwa hukuman penjara dan memisahkan anggota keluarga. A WAL JAN...