Senyum Terakhir Oleh Daris Senin pagi selalu dibuka dengan upacara bendera di sekolahku. Namun rutinitas itu tak lagi bisa dilakukan sejak lumpur Lapindo menggenangi halaman sekolahku, sekira Mei 2006. Aku tak lagi bisa membaca do’a penutup upacara yang selalu jadi tugas rutinku. Sahabatku Zahroh yang biasanya membacakan teks proklamasi dengan suaranya yang lembut namun dibikin tegas juga tak lagi bisa aku dengarkan. Aku siswi kelas III C Sekolah Menengah Pertama Negeri Porong. Sekolahku terletak di desa Renokenongo. Sekolah di sini sangat menyenangkan pada awalnya hingga musibah lumpur Lapindo merusak semuanya. Aku masih ingat lumpur itu, awalnya, hanya sebuah bau busuk yang menyengat. Saat itu, Bu Etik, guru bahasa daerahku sedang mengajar di depan kelas. Bu Etik guru yang penyabar, selembar kain yang selalu menempel di kepalanya selalu mengesankanku. Karena kesabarannya murid-muridnya biasanya berani gaduh saat dia mengajar, seperti pagi itu, sejak Bu Etik masuk ...